REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Ahmad Mubarok menyatakan akan ada perubahan signifikan dalam Setgab partai koalisi pascaditolaknya usulan hak angket. Bentuk perubahan itu kemungkinan besar berupa reshuffle.
"Ya, akan ada perubahan signifikan, tapi bentuknya belum tahu, sangat mungkin Reshuffle itu bergantung Presiden," tuturnya kepada Republika, Rabu (23/2).
Mubarok menyampaikan, posisi kedua partai koalisi, yaitu Golkar dan PKS, harusnya mempersolid koalisi sedangkan yang terjadi mereka anggap koalisi itu main-main. "Golkar dukung ada hak angket karena kepentingan Ical, sedangkan PKS entah kenapa tapi kelewatan," tegasnya.
Oleh karena itu, sambung dia, meski kedua partai tersebut masih berharap tetap berada di dalam Setgab partai koalisi, namun tidak menutup kemungkinan jika Presiden SBY tidak menghendaki mereka tetap bersama lagi koalisi. "Ini semua bergantung Presiden," bebernya.
Mubarok menuturkan, dirinya memberikan apresiasi kepada Gerindra yang mampu berpikir jernih dan objektif dalam masalah pajak ini. Menurut dia, Gerindra tidak terbawa arus kepentingan politik tertentu yang hanya untuk memenangkan masalah personal. "Gerindra paham, masalah pajak harusnya bisa diselesaikan lewat jalur hukum bukan politik," bebernya.
Meski demikian, dia belum mengetahui reward yang diberikan oleh Presiden kepada Gerindra dengan dukungannya menolak hak angket pajak itu. Terkait masih ada atau tidaknya peluang PDI Perjuangan untuk bergabung di pemerintahan, Mubarok menjawab, wajar saja PDI Perjuangan mendukung hak angket, karena mereka oposisi.
Namun, jelas dia, tidak menutup kemungkinan PDI Perjuangan masih tetap akan ditawari untuk bergabung di Kabinet. "Kami selalu terbuka," tukasnya.