REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Koordinator Gerakan Indonesia Bersih Adhie M Massadi mengatakan, manuver Sekretaris Kabinet Dipo Alam merupakan suara pemerintah yang dilakukan atas perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau setidaknya sepengetahuan presiden.
"Apa yang dilakukan Seskab Dipo Alam itu hanya ada dua kemungkinana, pertama, atas perintah Presiden Yudhoyono atau atas sepengetahuan presiden SBY," kata Koordinator Gerakan Indonesia bersih Adhie M Massardi di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya pro kontra atas pernyataan Seskab Dipo Alam merebak di masyarakat, terkait pernyataannya yang mengancam memboikot media massa yang cenderung kritis terhadap pemerintah.
Dipo meminta media untuk berimbang dalam melakukan pemberitaan, tidak tendensius dan tidak menyebarkan kebencian dan ketakutan. Menurut Adhie tindakan Dipo tersebut sebagai sebuah tindakan orang yang kalap. Namun, Adhie memaklumi karena semua dilakukan atas keinginan atasannya.
Sebelumnya Dipo mengungkapkan ada media masa yang selalu menjelek-jelekan pemerintah dan terus menerus menyebarkan kebencian. Karena itu, tambah Dipo, pihaknya akan memerintahkan instansi pemerintah memboikot, antara lain dalam bentuk iklan dan tidak hadir jika diundang, terhadap media massa yang tidak berimbang (menjelek-jelekkan) dan tendesius dalam melakukan pemberitaan.
Dipo mengatakan, pernyataannya tersebut benar dan dia siap memberikan keterangan kepada Dewan Pers jika diminta.
Mengenai pemberitaan yang tidak berimbang dan tendensius, Dipo antara lain memberi contoh saat kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke NTT baru-baru ini . Pada saat itu, katanya, ada sekelompok kecil, bahkan amat kecil, yang melakukan unjuk rasa. Namun dua stasiun televisi menyebutkan masyarakat NTT menolak Presiden. "Padahal yang menyambut Presiden jauh lebih banyak. Yang demo tidak sampai 0,001 persen saja," katanya.
Selain itu, katanya, dalam kasus kerusuhan Mbah Priok atau Ahmadiyah, media selalu menayangkan kejadian tersebut secara terus-menerus. "Sampai-sampai cucu saya takut melihatnya. Ini tidak dipikirkan," katanya.
Mengenai pemberitaan yang berimbang, Dipo mengingatkan bahwa publik juga perlu tahu kemajuan-kemajuan yang telah dilakukan oleh pemerintah.
Ia mengatakan, mengkritik berbeda dengan menjelek-jelekkan. Dipo mengatakan bahwa ia tidak antikritik dan tidak otoriter. "Saya bukan antikritik. Tapi minta pemberitaan berimbang," katanya. Dipo mengatakan, pemberitaan yang menjelek-jelekkan tersebut tendesius.
"Jika terus-terusan menjelek-jelekkan buat apa. Buat apa juga pasang iklan (di media yang menjelek-jelekkan)," katanya.
Ia mengatakan, jika media tersebut memiliki tendesi tertentu, ia juga meminta pejabat tidak perlu datang jika diundang karena akan percuma. Sekali lagi Dipo mengatakan bahwa ia tidak antikritik dan tidak alergi kritik. Namun ia juga meminta media massa tidak antikritik. Dipo sekali lagi meminta media massa berimbang. "Tapi baru bilang boikot, saya dibilang otoriter. Saya tidak bredel."
Pernyataan Dipo alam tersebut menuai kritikan dari berbagai pihak. Bahkan dalam rapat paripurna DPR-pun anggota F-PDI-P Tjahyo Kumolo mempertanyakan tindakan tersebut. Selain itu berbagaia tokoh masyarakat juga menyesalkan tindakan Seskab yang dinilai telah memberangus kebebasan pers dan melanggar UUD 1945.