Kamis 17 Feb 2011 14:25 WIB

Ahmadiyah Membuka Diri Untuk Dialog

Rep: Rosyid Nurul Hakim / Red: Didi Purwadi
Amir Nasional Jamaah Ahmadiyah, Abdul Basit ( kiri), dan sejumlah Jamaah Ahmadiyah, sebelum Rapat Dengar Pendapat Umum ( RDPU) di DPR Komisi VIII, Jakarta, Rabu ( 16/2).
Foto: Antara/Ujang Zaelani
Amir Nasional Jamaah Ahmadiyah, Abdul Basit ( kiri), dan sejumlah Jamaah Ahmadiyah, sebelum Rapat Dengar Pendapat Umum ( RDPU) di DPR Komisi VIII, Jakarta, Rabu ( 16/2).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Ahmadiyah membuka diri untuk melakukan dialog dengan berbagai kalangan soal keberadaan mereka. Hal ini sesuai dengan banyaknya usulan untuk dilakukan dialog dalam rapat dengar pendapat antara Ahmadiyah dan Komisi VII DPR pada Rabu (16/02) malam.

"Kita melihat banyak yang mengusulkan untuk dibuka dialog. Kami mengapresiasi itu," ujar Juru Bicara Ahmadiyah, Zafrullah Ahmad, saat dihubungi Republika, Kamis (17/02). Jika masalah pemahaman dan penafsiran, Zafrullah menilai hal itu tidak bisa dijawab dengan kata ya dan tidak. Akan tetapi, hal tersebut harus dibicarakan dalam sebuah dialog.

Dialog, kata Zafrullah, bisa dirancang dengan elegan antara Ahmadiyah dan berbagai kalangan. Bisa juga dialog ini dilakukan dengan difasilitasi oleh DPR. "DPR bisa saja mengundang lagi untuk dialog," katanya. Selama ini pintu dialog seolah tertutup.

Rapat dengar pendapat itu dimulai sejak pukul 20.00 dan berakhir selepas pukul 24.00. Rapat terbuka untuk umum. Pihak Ahmadiyah diwakili oleh Amir Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan beberapa orang Ahmadiyah serta kuasa hukum Ahmadiyah.

Zafrullah mengatakan kegiatan Ahmadiyah secara sosial akan jalan terus. Artinya, Ahmadiyah masih akan tetap berperan dalam sosial kemasyarakatan untuk membantu orang yang berada dalam kesulitan atau sedang tertimpa musibah. "Kita punya komitmen kemanusiaan," ujarnya.

Kemudian dari sisi pemahaman, Zafrullah ingin pembicaraan bersandar pada konteks NKRI. Negara dalam konstitusinya sudah menjamin hak seseorang untuk beragama dan berkeyakinan sesuai dengan keyakinannya.

Ahmadiyah menghargai upaya negara dalam langkah-langkahnya untuk menjamin hak tersebut. Tetapi jika disodorkan pada pilihan untuk menjadikan Ahmadiyah sebagai sebuah agama, Zafrullah tidak berani mengambil keputusan. "Kita takut mengambil opsi itu karena takut berhadapan dengan Tuhan. Menciptakan agama itu domain Tuhan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement