Rabu 16 Feb 2011 16:26 WIB

Penggunaan Teknologi dalam Aksi Teroris Perlu Diantisipasi

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Djibril Muhammad
Hotel Taj Mahal di Mumbai, India yang menjadi sasaran serangan teroris 27 November 2008.
Foto: afp
Hotel Taj Mahal di Mumbai, India yang menjadi sasaran serangan teroris 27 November 2008.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah menekankan pentingnya mengantisipasi kemungkinan penggunaan teknologi dalam setiap aksi terorisme. Oleh karena itu, teknologi harus disertakan dalam penanggulangan terorisme. Pelaku teroris ini terus berkembang kemampuannya, sehingga tidak bisa dianggap biasa saja.

"Terorisme dalam menggunakan alat-alat, juga teknologi menjadi acuan. Contoh penggunaan satelit dan kemungkinan nuklir," kata Dirjen Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Mayjen (TNI) Puguh Santoso, dalam konferensi pers di kantor Kemhan, Rabu (16/2).

Kegiatan penanggulangan terorisme harus seimbang dengan perkembangan teknologi. "Dalam perkembangan teknologi dalam menghadapi terorisme harus seimbang," ujar Puguh. Indonesia pada 2011 ini menjadi tuan rumah pelaksanaan ASEAN Defense Minister Meeting. Dalam pertemuan itu, Indonesia akan menyampaikan draf standar operasi penanggulangan terorisme. Indonesia menjadi vocal point dalam pertemuan itu bersama Amerika Serikat.

"Ini harus diantisipasi. Kita tidak bisa mengangap teroris itu begini-begini saja, mereka kan terus berkembang," ujar Puguh menegaskan. Dalam draf penanggulangan terorisme yang akan disampaikan kepada negara-negara ASEAN ini dikaitkan dengan kedaulatan negara masing-masing. Penanggulangan terorisme jangan sampai menganggu kedaulatan.

"Apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan menyangkut kedaulatan negara. Artinya, jangan sampai menintervensi dan mengganggu hubungan antarnegara. Satu misalnya kita tidak boleh mencampuri urusan ke dalam," ujar Puguh memaparkan. Penanggulangan yang dimaksud ini berupa kajian dan pelatihan prajurit.

"Apa-apa yang harus dilakukan berupa kajian-kajian bagaimana terorisme ke depan, bagaimana dengan perkembangan teknologinya, kemudian pelatihan bagi prajurit dalam menghadapi terorisme dengan mengedepankan HAM," ujarnya. Penting pula menyepakati alat-alat apa saja yang diberikan kepada satuan-satuan dalam menghadapi terorisme ke depan, sehingga ada kejelasan mana yang boleh dan tidak boleh.

"Nanti pada saat working group akan kita tawarkan kepada negara-negara ASEAN, apakah setuju atau tidak," ujar Puguh. Kalau nanti ASEAN menyetujui lalu akan dibicarakan lagi dengan mitra dari delapan negara lainnya (ASEAN plus delapan). Puguh mengakui akan ada perdebatan, sehingga belum tentu konsep ini diterima begitu saja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement