REPUBLIKA.CO.ID,BELU--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan prajurit TNI agar mematuhi hukum dalam menjalankan tugasnya. Prajurit harus menjunjung etika keprajuritan. Selain menjaga kedaulatan rakyat, Presiden mengingatkan agar prajurit TNI selalu dekat dengan rakyat.
Presiden menyampaikan hal itu ketika menyampaikan pengarahan di hadapan 400 prajurit Batalyon Infanteri 744/Satya Bakti Yudha, Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Kamis (10/2). "Prajurit harus menghormati hukum dan etika keprajuritan," ujar Presiden. Prajurit, kata Presiden, sudah disumpah untuk melakukan hal itu.
Seperti diketahui, saat ini beberapa kasus pelanggaran hukum melibatkan prajurit TNI. Pengadilan Militer (Dilmil III-09) Jayapura menjatuhkan vonis pidana penjara kepada tiga terdakwa kasus kekerasan kepada warga di Papua pada 24 Januari 2011. Ada pula kasus suap cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia yang menimpa tiga purnawirawan TNI.
"Tentara bukan gerombolan, tentara adalah satuan militer yang disumpah negara," kata Presiden. Dalam sumpahnya itu, ujar Presiden, prajurit harus patuh kepada hukum dan etika keprajuritan. Presiden juga mengingatkan agar prajurit mencintai rakyat. Prajurit tidak akan mencapai keberhasilan tanpa dukungan penuh dari rakyat.
"Setiap prajurit TNI tetaplah dekat dengan rakyat," kata Presiden menegaskan. Presiden menambahkan, prajurit harus dengan dengan rakyat di mana prajurit itu berasal, bertugas, dan kembali. Berdasarkan sejarah, beberapa tugas TNI di lapangan berlangsung sukses karena mendapat dukungan dari rakyat.
Dalam kesempatan itu, Presiden mengingatkan bahwa tugas tentara adalah menjaga kedaulatan negara. "Di sinilah hakikat tugas pertahanan negara," ujarnya. Menurut Presiden, militer memiliki dua tugas, yakni melaksanakan Operasi Militer Perang dan Operasi Militer Selain Perang. Operasi selain perang yang bisa dilakukan militer contohnya Tentara Masuk Desa pada zaman dulu. Pada saat ini contohnya terlibat dalam pasukan perdamaian.
Kepada para komandan yang membawahi para prajurit, Presiden berpesan agar bisa memastikan prajuritnya menjalankan tugas pokoknya secara berhasil. Kedua, Presiden meminta para pimpinan dan komandan agar memerhatikan kesejahteraan prajurit. "Kesejahteraan prajurit bukan hanya dari penghasilan layak saja," ujarnya.
Di acara tersebut terdapat para purnawirawan dan anggota TNI yang dulu dipimpin Presiden ketika menjabat komandan Yonif 744/SYB. Presiden bercerita, dia dan para prajurit berhasil menangkap tokoh gerombolan di Timor Timur, yakni Julius Sarminto. "Musuh belum tewas, tapi luka berat. Saya perintahkan prajurit untuk selamatkan," katanya.
Presiden memang pernah menjadi komandan di Yonif 744/SYB pada 1986-1988. Ketika itu, markas batalyon masih berada di Dili, Timor Timur, dan sering menghadapi para gerombolan bersenjata. Setelah Timor Timur menjadi negara berdaulat pada 1999, Yonif 744/SYB tidak dilikuidasi, tapi sempat dipindahkan ke Kupang sebelum menempati lokasi sekarang di Atambua yang berjarak sekitar 20 kilometer dari perbatasan dengan Timor Leste.