REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Majlis Jamaah Ahmadiyah Surabaya mendesak agar Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tentang keyakinan di Indonesia dicabut. Desakan itu menyusul terjadinya penyerangan yang tewasnya tiga warga Ahmadiyah di Desa Umbalan, Kecamatan Cikeusik, Pandeglang, Banten, Minggu (6/2) lalu.
Mubaligh Ahmadiyah Surabaya, Sibthe Ahmad Hasan, Selasa (8/2), mengatakan, SKB itu memperkeruh keadaan dan kalau tidak membawa manfaat, dicabut saja. Diketahui SKB bertanda tangan Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung pada 9 Juni 2008 tersebut berisikan 6 poin yang mengatur keberadaan Ahmadiyah di Indonesia.
Dalam SKB disebutkan pemerintah tidak secara tegas memerintahkan pembubaran Jamaah Ahmadiyah, melainkan permintaan penghentian kegiatan yang bertentangan dengan Islam.
Sibthe menyebut, SKB tiga Menteri terbukti memperkeruh situasi tidak kondusif di Indonesia. Pasalnya, SKB tersebut ditafsirkan beragam oleh kalangan yang ekstrem terhadap Ahmadiyah.
Ia pun menduga tewasnya tiga jamaah Ahmadiyah disebabkan dipengaruhi SKB itu. "Tapi, itu hanya dugaan kami. Yang pasti, kami di sini tak ubahnya seperti umat Islam lainnya. Kenapa kami dimusuhi," tuturnya.
Di Jawa Timur, Jamaah Ahmadiyah tersebar di 10 kabupaten/kota, di antaranya di Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Kediri, dan Jember serta Banyuwangi. Sebaran di masing-masing daerah sekitar 200 sampai 300 orang. Yang paling banyak di Surabaya dengan lebih 300 jamaah.
Meski begitu, Sibthe menyebut sekitar dua ribuan Jamaah Ahmadiyah Jatim tidak terpengaruh dengan konflik di Desa Umbalan, Kecamatan Cikeusik, Pandeglang, Banten tersebut.
Menurutnya, para pengikut yang tersebar di seluruh Surabaya itu tetap menjalankan kegiatan dan keyakinannya seperti biasanya. Markas JAS sendiri dipusatkan di Masjid An-Nur, Jalan Bubutan I Nomor 2, Surabaya. "Semua berjalan normal. Kami pun tidak melakukan penjagaan di masjid," ujarnya.