Selasa 08 Feb 2011 14:12 WIB

DPR Nilai KPK Setengah-setengah Tuntaskan Kasus Cek Pelawat

Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Panda Nababan berjalan ke ruang sidang sebelum memberi kesaksian dalam kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (5/4).
Foto: antara
Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Panda Nababan berjalan ke ruang sidang sebelum memberi kesaksian dalam kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (5/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kalangan DPR menyatakan prihatin atas langkah-langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menuntaskan kasus cek pelawat pemilihan deputi gubernur senior Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom.

"Kami prihatin terhadap langkah-langkah KPK karena ternyata lembaga itu belum mampu menjawab tiga isu besar," ujar Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dan Pramono Anung di Jakarta, Selasa (8/2).

Tiga kasus besar itu adalah penuntasan bailout Bank Century yang semakin lama kian tidak jelas. Juga kasus mafia pajak, justru ketika ditangani KPK, DPR melihat lembaga itu belum meminta data mengenai 100-an perusahaan yang diduga bermasalah pajaknya serta kasus cek pelawat Miranda Goeltom.

Dalam kasus cek pelawat, Priyo menegaskan, KPK dengan kewenangannya yang besar sudah menahan para anggota DPR dan DPR tidak bisa berbuat apa-apa. "Tapi ternyata juga ada ketidak adilan ketika pemberi suap tidak bisa diungkap oleh otoritas KPK," ujarnya.

Kejadian semacam ini, tambah Priyo, telah menimbulkan pertanyaan apakah KPK ceroboh dengan ketidak adilannya itu atau ada alasan-alasan yang lebih kuat dengan langkah-langkah KPK dimana publik masih harus menunggu perkembangan selanjuutnya.

"KPK telah menggunakan otoritas besarnya melakukan penangkapan itu (anggota DPR) tapi jangan lakukan politisasi hukum," ujar politisi Partai Golkar itu.

Secara terpisah, Pramono Anung menyatakan Nunun Nurbaiti yang turut terlibat memberikan cek pelawat kepada anggota DPR hingga kini belum diproses hukum. Karena itu ia mendesak KPK harus membuktikan apakah yang bersangkutan itu benar-benar lupa ingatan atau tidak.

"Tidak mungkin ibu Nunun itu tiba-tiba menjadi pelupa. Kita tahu dulu ibu Nunun adalah satu sosialita yang selalu tampil di acara-acara yang bersifat terbuka, kok tiba-tiba menjadi pelupa," ujar Pramono.

Karenanya, ia menambahkan, menjadi tugas KPK untuk menelusurinya dan tidak ada alasan bagi KPK tidak mengetahuinya mengingat institusi itu telah dibekali dnegan peralatan yang cukup lengkap.

Menurut Pramono, jika KPK sungguh-sungguh mau mengejar dan menyelidiki persoalan Nunun itu, pasti dengan mudah ia ditemukan dan diketahui kondisi sesungguhnya.

"Kalau orang bertanya apakah saya tahu isteri saya dimana, lalu saya jawab tida, artinya saya bohong banget. Pasti saya tahu isteri saya ada dimana," ujarnya.

Pramono mengatakan bahwa publik menaruh harapan besar pada KPK untuk menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi. Persoalan korupsi di tanah air, imbuhnya benar-benar akut dan hanya bisa diselesaikan tidak dengan obat biasa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement