REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menggugat ketertutupan informasi Sekretariat Jenderal DPR RI setelah LSM tersebut tidak mendapat respons atas surat permintaan informasi kepada DPR RI.
"Permintaan ini sesuai dengan Pasal 4 ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang KIP (Keterbukaan Informasi Publik), di mana informasi dan laporan hasil pelaksanaan studi banding tersebut merupakan informasi publik," kata Anggota Badan Pekerja ICW, Abdullah Dahlan, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (1/2).
Abdullah memaparkan, ICW sebelumnya telah mengajukan permintaan informasi laporan hasil studi banding alat kelengkapan DPR dengan surat tertanggal 23 November 2010. Surat tersebut telah diterima oleh pihak Humas DPR pada tanggal 25 November 2010.
Kemudian, lanjutnya, ICW juga telah mengajukan surat keberatan internal kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI tertanggal 29 Desember 2010 yang diterima oleh Sekjen DPR pada 30 Desember 2010.
ICW menuturkan, telah menerima pula surat balasan dari Sekjen DPR RI terkait surat keberatan atas informasi pada tanggal 25 januari 2010, namun tidak disertai data yang diminta ICW.
LSM antikorupsi itu menilai, Sekjen DPR RI yang seharusnya terbuka kepada publik ternyata tidak mendukung upaya keterbukaan informasi publik.
Selain itu, ICW juga menilai bahwa DPR RI selaku lembaga publik telah mengesampingkan prinsip akuntabilitas dalam penggunaan uang negara dan hasil kinerja dalam kunjungan kerja ke luar negeri.
Hal tersebut, menurut dia, tampak dari isi yang tercantum dalam surat Sekjen bahwa Alat Kelengkapan Dewan (AKD) belum menyerahkan pertanggjungjawaban dan hasil kunjungan kerja ke Sekjen DPR RI. Berdasarkan pertimbangan tersebut, ICW menuntut agar Komisi Informasi Pusat segera menyikapi permohonan keberatan yang diajukan untuk membuka ketertutupan informasi tersebut.