REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan mengatakan, pemerintah harus berani mengatur dengan tegas tentang kepala daerah yang maju kembali di pemilu kepala daerah (incumbent), untuk mundur dari jabatannya. "Harus ada penegasan dalam posisi 'incumbent' untuk berhenti dan dalam satu tahun, sebelum Pilkada tidak boleh ada kampanye dengan nuansa terselubung," katanya, di Jakarta, Rabu (26/1).
Menurut Abdullah, ketika kepala daerah maju kembali di Pilkada, ada banyak potensi penyalahgunaan kewenangan yang dapat terjadi, misalnya penggunaan bantuan sosial demi keuntungan pribadi. Ia juga menyebutkan kemungkinan kepala daerah menggerakkan pegawai negeri untuk kepentingan pemilihan. Potensi-potensi ini, lanjut dia, dapat dihindari jika kepala daerah mundur dari jabatannya ketika mencalonkan diri kembali di Pilkada.
"Kepala daerah yang tidak mundur akan sangat diuntungkan dengan kewenangannya karena bisa saja ia membuat kebijakan yang populis atau menggunakan dana daerah," katanya.
Sementara itu, sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan dalam rancangan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, akan mengatur kepala daerah yang ingin mengikuti kembali pemilu kepala daerah harus mundur dari jabatannya.
"Kita akan ajukan gagasan perubahan UU Pemerintahan Daerah ini, bahwa incumbent harus mundur. Kita akan ajukan lagi ini," katanya.
Gamawan menjelaskan ketentuan untuk mundur dari jabatan ini juga berlaku bagi bupati/wali kota yang maju dalam pemilihan gubernur. "Bupati jadi gubernur, dia juga harus mundur sehingga tidak bisa kembali lagi. Kalau tidak begitu, bisa jadi undian berhadiah yakni ketika dia kalah, dia bisa kembali lagi menjadi bupati/wali kota, ketika menang jadi gubernur," katanya.
Jika kepala daerah tidak mundur dari jabatannya ketika mengikuti pilkada, maka terbuka peluang bagi kepala daerah menggunakan kewenangan dari jabatannya demi kepentingan pribadi. Gamawan menjelaskan ada cela-celah yang tidak bisa disentuh oleh hukum, misalnya seorang incumbent melakukan sosialisasi program pemerintah daerah, tetapi terdapat unsur kampanye di dalamnya.
Untuk itu, kata Gamawan, keharusan kepala daerah mundur dari jabatannya akan lebih menjamin asas keadilan dalam Pilkada, tidak ada yang diuntungkan atau dirugikan karena jabatan.