REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, adanya kesenjangan jender bukan disebabkan kehadiran agama, karena agama sangat memberi perhatian terhadap masalah jender. Pernyataan itu disampaikannya ketika memberi sambutan dalam acara penandatanganan kesepakatan bersama antara Menteri Agama dengan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar di Jakarta, Senin.
Kesepakatan itu menyangkut pelaksanaan pengarusutamaan jender dan pemenuhan hak anak di bidang keagamaan. Dalam Islam, menurut Menag, Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan bahwa sebaik-baiknya perhiasan di dunia ini adalah wanita yang saleha. Wanita saleha adalah perhiasan bagi lelaki dan sebaliknya pria soleh adalah perhiasan wanita yang soleha. "Dari pemahaman itu menggambarkan bahwa antara lelaki dan wanita setara kedudukannya di mata Allah," kata Menteri.
Dia menjelaskan, ada tiga hal dalam kehidupan yang tetap bermanfaat hingga seseorang meninggal, yaitu, ilmu yang bermanfaat bagi banyak orang, amal jariah dan anak yang saleh.
Pengertian saleh itu adalah anak yang berbakti kepada orangtua, pintar dan bertanggung jawab dengan segala kesalehannya. Jadi, menurut dia, sangat tidak benar jika ada yang berpandangan bahwa agama sebagai penyebab adanya kesenjangan jender.
Dalam Islam, tak ada diskriminasi dalam soal gender ini, katanya. Di sisi lain, Kementerian Agama memberi perhatian penuh terhadap anak. Mulai dari bangku sekolah pendidikan usia dini hingga sekolah lanjutan atas. Dengan anggaran sebesar Rp27 triliun untuk pendidikan, ke depan, diharapkan dapat lahir anak soleh yang bisa mengangkat kehidupan lebih baik.
Menurut dia, pihaknya tengah memikirkan bagaimana anak usia dini hingga sekolah tingkat atas (aliyah) dapat dibebaskan dari segala pungutan. Bebas dalam pengertian tak ada pungutan biaya lainnya alias gratis. Madrasah, pondok pesantren akan didorong kualitas pendidikannya. Jadi, pemenuhan pendidikan bidang keagamaan bagi anak sangat diperhatikan. Terlebih dewasa ini tengah digalakkan gerakan Magrib Mengaji, yaitu suatu kewajiban bagi anak mengaji seusai shalat magrib.
Kegiatan Magrib Mengaji ini merupakan upaya membangkitkan kebiasaan orangtua dulu, yang usai magrib disusul dengan mengaji bagi anak-anak mereka. Tidak seperti dewasa ini, yang kebanyakan diisi dengan menonton sinetron, kata Suryadharma Ali yang disambut tawa hadirin.
Sementara itu Linda Amalia Sari Gumelar menitipkan program yang bisa dilaksanakan Kementerian Agama seperti mempersiapkan program bagi remaja menghadapi kehamilan, persalinan bagi pasangan suami isteri dalam merawat dan menjaga janin agar menjadi bibit unggul.
Termasuk cara mendidik dan mengasuh anak, pemberian asi eksklusif, sosialisasi UU No.23/2002 tentang perlindungan anak, UU No.23/2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, UU no.21/2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, UU no.44/2008 tentang pornografi, pentingnya akte kelahiran bagi anak sebagai pemenuhan hak sipil anak.
Juga, katanya, perhatian lebih kepada lansia, khususnya lansia perempuan untuk bisa pergi dan ikut beribadah di tempat ibadah yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan yang mereka miliki agar nyaman dan khusuk. Namun Linda mengakui bahwa kesepakatan itu tidak dimaksudkan untuk menyelesaikan semua persoalan yang terkait di bidang keagamaan, namun merupakan langkah awal untuk mengembangkan mekanisme dan sistem perencanaan dan penganggaran yang baru dengan memakai lensa jender dan peduli anak.