REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil ketua komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan pembebasan bea masuk produk pertanian atau sembako membuktikan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak pro petani dan tidak pro produk pertanian. "Pembebasan bea masuk sembako ini menandakan pemeritahan saat ini tidak pro petani, tidak pro produk pertanian dan tidak pro masyarakat miskin," kata wakil ketua komisi IV DPR Firman Subagyo di gedung DPR Senayan Jakarta, Kamis (20/1).
Pemerintah membebaskan bea masuk atas impor bahan makanan, seperti beras, gandum, dan pakan ternak. Kebijakan ini diharapkan dapat meredam gejolak harga komoditas itu. Alasannya, di pasar internasional harga komoditas itu menunjukkan tren meningkat. Lebih lanjut Firman menegaskan bahwa kebijakan pembebasan bea masuk sembako ini menunjukkan pemerintah tidak memiliki cetak biru strategi pembangunan pertanian dan ketahanan pangan. "Pemerintah kelihatan panik akibat kenaikan harga beberapa produk pertanian akhir-akhir ini," kata Firman.
Menurut Firman membebaskan bea masuk, bukan merupakan solusi yang tepat. Karena hal ini justru akan menimbulkan ketergantungan terhadap pangan import yang akan terus tanpa akhir. Firman menyarankan harusnya yang dilakukan adalah perbaikan irigasi, infrastruktur pertanian, perlancar transportasi, berikan kredit subsidi bunga, siapkan prasarana pasca panen dan sebagainya.
Firman menjelaskan selama ini setiap musim panen harga-harag akan jatuh. Sementara ketika para petani sedang musim tanam maka pupuk akan sulit dicari dan menghilang serta harganya sangat tinggi. "Yang terjadi justru masing-masing saling menyalahkan dan dengan gampangnya pemerintah mengatakan itu ulah spekulan. Sekarang ini bagaikan pemerintahan ada tapi tiada," kata Firman.
Sebelumnya, 22 Desember 2010, Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No.241/2010 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Keuangan No.110/2006 tentang Penerapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor. Dalam aturan ini, beberapa komoditas dan barang dikenai bea masuk minimal 5 persen.
Tahun 2008, pemerintah pernah menghapus bea masuk komoditas pangan dengan alasan yang sama, meredam gejolak harga di dalam negeri. Saat itu, nilai potensi bea masuk impor beras yang hilang Rp 109,38 miliar. Adapun pembebasan bea masuk tepung terigu menyebabkan potensi penerimaan yang hilang Rp 77,16 miliar.
Untuk impor kedelai, potensi penerimaan yang hilang sebesar Rp 496,01 miliar. Selain kebijakan membebaskan bea masuk, pemerintah menyiapkan dua Instruksi Presiden (Inpres) terkait pangan. Dua inpres ini diharapkan selesai bulan ini. Pertama, Inpres yang mengatur fleksibilitas bagi Kementerian Pertanian guna melakukan mitigasi atas risiko perubahan iklim yang berpotensi menghancurkan hasil pertanian.
Kedua, Inpres yang memberikan fleksibilitas kepada Bulog untuk memenuhi target stok beras pemerintah 1,5 juta ton. Untuk mendukung dua inpres itu, pemerintah menyediakan dana kontingensi (sewaktu-waktu dapat digunakan) Rp 3 triliun dalam APBN 2011. Sebanyak Rp 1 triliun di antaranya untuk stabilisasi harga pangan dan Rp 2 triliun untuk antisipasi iklim ekstrem.