Rabu 19 Jan 2011 21:00 WIB

Pemilihan Gubernur melalui DPRD dinilai Melanggar UUD 45

Rep: osa/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komisi Nasional (komnas) pilkada independen menolak usulan mengembalikan pemilihan kepala daerah melalui DPRD tingkat satu. Alasanya karena terlalu boros biaya, sulit birokrasi dan terlalu memakan waktu. “Itu menyalahkan hukum dan tidak sesuai UUD 45,” Ujar Yislam Alwini selaku ketua umum DPP komnas pilkada independen dalam siaran pers yang diterima Republika di Jakarta, Rabu (19/1).

 ''Kepala daerah harus dipilih langsung oleh rakyat. Jika seperti itu kita akan kembali kemasa lalu,'' tambahnya. Usulan pengembalian pemilihan kepala daerah ke DPRD tingkat satu membuat para pencalon independen menjadi ragu untuk maju karena hingga saat ini belum ada keputusan lebih lanjut.

Komnas pilkada Independen sebenarnya mendukung pencalonan kepala daerah independen untuk maju. Oleh karena itu komnas menghimbau para kandidat perseorangan segera berkordinasi dengan komnas sehingga pemilukada dapat berjalan dengan baik, khususnya untuk kepentingan kandidat perseorangan. ''Masalah menang atau kalahnya itu tergantung banyaknya suara rakyat,'' ucap Yislam.

 Komnas pilkada independen juga menuliskan dalam pernyataan persnya bahwa pemilihan kepala daerah melaui DPRD tingkat satu harus segera dihentikan karena materi usulan itu bertentangan dengan UUD’45. ''Usulan tersebut boleh diteruskan kalau UUD’45 pasal 1 ayat 2 tidak diamandemen menjadi kedaulatan adalah tidak berada ditangan rakyat melainkan berada ditangan wakil rakyat,'' kata Yislam. Komnas Pilkada independen siap mengajukan keputusan hukum ke mahkamah konstitusi jika keputusan akhir dalam menentukan kepala daerah dipilih DPRD.

Yislam juga berpendapat dalam pernyataan persnya, bahwa sengketa pemilukada merupakan sengketa hukum dan bukan sengketa politik yang bisa dan boleh bertele-tele. Menurutnya, Mahkamah Agung RI perlu membuat peraturan agar sengketa proses pemilukada di PTUN maupun di peradilan umum (pidana dan perdata), putusannya cukup di tingkat pertama, bersifat final dan mengikat, tidak ada banding, kasasi maupun peninjauan kembali (PK).

Yislam menjelaskan sengketa atau pelanggaran hukum pada pemilukada dibagi menjadi dua, yaitu sengketa pasca pencoblosan atau penghitungan suara dan sebelum penghitungan suara atau yang lazim disebut sengketa proses. Sengketa pasca pencoblosan ditangani oleh Mahkamah konstitusi dengan ketentuan boleh diajukan pada tenggang waktu tiga hari setelah KPU setempat menetapkan pasangan calon terpilih. Sedangkan sengketa proses biasanya ditangani PTUN dan peradilan umum dan memakan waktu lama untuk membuat keputusan hukum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement