REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ganjar Pranowo menilai, banyaknya kepala daerah di Indonesia yang tersangkut persoalan hukum karena sistemnya memungkinkan untuk melakukan tindak pidana korupsi. "Kalau sistem rekrutmen calon kepala daerah masih seperti saat ini, saya meyakini ke depan masih akan banyak kepala daerah tersangkut persoalan hukum," kata Ganjar Pranowo di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, tindakan korupsi yang dilakukan kepala daerah karena pada proses rekrutmennya harus mengeluarkan dana sangat besar, sehingga setelah menduduki jabatan kepada daerah mereka juga berusaha mengembalikan modal yang telah dikeluarkan. Ganjar mengilustrasikan, dirinya berbicara tidak formal dengan beberapa bupati dan menanyakan berapa biaya yang dikeluarkan pada saat mencalonkan diri menjadi kepala daerah dan mendapat masukan minimal lebih dari Rp6 miliar.
"Namun gaji yang diterima sebagai bupati sekitar Rp10 juta per bulan, sehingga tidak seimbang dengan biaya yang telah dikeluarkan pada saat mencalonkan diri," katanya. Untuk meminimalisir kemungkinan korupsi, menurut Ganjar, harus dibuat aturan yang sederhana pada rekrutmen caon kepala daerah sehingga biaya yang harus dikeluarkan juga bisa ditekan menjadi lebih rendah.
Ganjar menambahkan, pada paket UU Politik harus aturan yang membatasi anggaran kampanye dan sumbangan dari donatur kepada calon kepala daerah.
"Tata cara dan mekanisme kampanye juga harus diatur agar lebih efektif dan efisien dengan tidak mengeluarkan biaya besar," katanya. Menurut dia, selama ini kampanye yang mengeluarkan biaya besar adalah kampanye terbuka yang mengerahkan massa di lapangan.
Kampanye terbuka itu, kata dia, bisa ditiadakan dan diganti dengan kampanye dialogis di ruangan dengan peserta terbatas. Ganjar juga menambahkan, kalau selama ini calon kepala daerah berlomba-lomba memasang spanduk dan baliho berukuran raksasa yang jumlahnya sangat banyak, harus dibatasi.
"Pembatasan ini untuk meminimalisasi biaya kampanye sekaligus tetap menjaga estetika lingkungan," katanya. Ganjar juga meminta kepada pemerintah dan partai politik untuk mengubah pola pikir masyarakat agar tidak beranggapan bahwa pelaksanaan pilkada adalah kesempatan mendapatkan sumbangan dari calon kepala daerah.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, saat ini ada sebanyak 17 gubernur serta 153 bupati dan walikota yang tersangkut persoalan hukum.