REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi berpendapat kritikan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri terhadap pemerintah tidak akan ditanggapi masyarakat karena telah kehilangan otentisitas (keaslian).
"Kritikan Megawati terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memang sejalan dengan justifikasi empiris yang dilakukan LSI. Namun, masyarakat tidak akan 'membeli' kritikan Bu Mega dengan melihat 'track record'-nya saat menjadi Presiden," kata Burhanuddin. Sehingga, lanjut dia, kritikan itu akan sulit untuk mendapatkan dukungan dan simpati masyarakat.
Menurut dia, dari segi penegakan hukum dan masalah perekonomian, pemerintahan Presiden SBY lebih baik dibandingkan Megawati saat menjadi presiden. "Bahkan, pada jaman Megawati menjadi presiden banyak aset BUMN yang dijual dan tidak terungkapnya kasus BLBI. Masyarakat tidak akan mudah menghilangkan catatan negatif selama kepemimpinan Megawati," kata peneliti senior LSI itu.
Burhan, sapaan Burhanuddin Muhtadi, menjelaskan, selama belum ada figur-figur alternatif baru dari generasi SBY, Megawati dan Jusuf Kalla, maka kritikan tersebut tidak akan dipandang oleh masyarakat. "Megawati merupakan wajah lama dan SBY di mata publik lebih baik dibandingkan Megawati," katanya.
Hal itu juga terungkap dalam hasil survei yang dilakukan LSI pada akhir Desember 2010 lalu, dimana penurunan terhadap tingkat kepuasan kinerja SBY hanya 22 persen dibandingkan tahun 2009 lalu. "Saat ini belum ada figur baru yang lebih baik dibandingkan SBY," ujarnya.
Dalam ulang tahun partainya, Megawati di antaranya mengatakan, bahwa pemerintah saat ini tidak lagi pro terhadap wong cilik, pemerintah lebih mementingkan bagi-bagi kekuasaan dibandingkan menyejahterakan rakyat dan para menteri sebagai pembantu Presiden lebih mementingkan 'bersolek' dengan cara beriklan di berbagai media massa dibandingkan bekerja.