REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan bentuk kecurangan baru dalam Pemilukada Kabupaten Kutai Barat. Beberapa oknum telah melakukan pemalsuan surat resmi Bawaslu untuk menggugurkan salah satu pasangan calon.
Dalam surat palsu bernomor 365/Bawaslu-Sek/XII/2010 diungkapkan hasil klarifikasi tim asistensi Bawaslu ke kantot Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Barat. Surat itu menyatakan bahwa calon bupati Rama Alexander Asia, tidak memenuhi persyaratan sebagai calon Bupati Kabupaten Kutai Barat periode 2011-2018.
"Surat itu palsu karena Bawaslu tidak pernah menerbitkan surat semacam itu," ujar Ketua Bawaslu, Nur Hidayat Sardini, di kantornya, Selasa (14/12).
Surat tersebut sangat jelas dipalsukan karena dari sisi fromat, jenis huruf, nomor surat, dan tanda tangannya tidak sesuai dengan format standar Bawaslu. Selain itu, Bawaslu juga tidak pernah membentuk tim asistensi yang tugasnya mengklarifikasi soal ijazah milik salah satu pasangan calon bupati.
Namun, meskipun sudah mengeluarkan surat bantahan dan menyatakan surat tersebut palsu. Akan tetapi, surat yang dibaut seolah-olah berasal dari Bawaslu itu sudah digunakan oleh KPU Kabupaten Kutai Barat untuk menggugurkan pasangan calon yang telah disebutkan namanya itu. Alasannya Rama Alexander Asia, tidak memenuhi syarat administrasi.
Hal inilah yang kemudian membuat suasana di Kutai Barat memanas. Pekan lalu sempat terjadi tindakan anarkis dari pendukung calon bupati yang telah digugurkan itu. Kantor KPU Kutai Barat diserang dan pegawai-pegawainya dikejar-kejar. Termasuk para panwas yang dinilai tidak profesional dalam bekerja. Hingga saat ini, baik pegawai KPU maupun panwas masih bersembunyi dari amuk massa.
Melihat dampaknya yang sangat luas, dan kentalnya unsur pidana dari keluarnya surat tersebut, Bawaslu dalam waktu dekat akan melapor pada kepolisian. "Kami akan melapor ke pihak yang berwajib karena ini masuk dalam pemalsuan dokumen dan menyangkut nama baik lembaga," ujar Nur.
Sebelum sampai ke kepolisian, pihaknya sudah melakukan upaya investigasi internal. Diduga kuat beberapa panwas di Kabupaten Kutai Barat terlibat dalam pembuatan surat palsu tersebut. Jika indikasi itu semakin menguat dan terbukti ada panwas yang terlibat, maka pemberhentian tidak hormat adalah sanksi terberatnya.