REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) harus terus berubah mengikuti perkembangan zaman jika ingin lebih berperan dalam pembangunan kehidupan masyarakat Indonesia. Karena itu, setiap program yang diusungnya harus saling bersinergi dan berkelanjutan agar hasilnya bisa lebih maksimal dan dirasakan masyarakat.
Sayangnya, dalam lima tahun terakhir ini banyak program Presidium ICMI yang dijalankan terlihat kurang efektif, mengalami ketidaksinambungan, dan banyak yang belum selesai dilaksanakan.
"Itu disebabkan pucuk pimpinan bergantian setiap tahun selama lima tahun. Hasilnya terlihat program ICMI bersifat tidak berkelanjutan karena ganti orang, ganti konsep dan program," jelas Ketua ICMI Organisasi Wilayah (Orwil) Jawa Timur (Jatim) periode 2010-2015, Ismail Machu kepada Republika, Sabtu (4/12).
Menurutnya, jalan terbaik agar masalah itu tak terulang lagi adalah merombak sistem kepengurusan ICMI seperti sedia kala dengan mengganti posisi presidium dengan ketua umum. Ismail menilai posisi presidium hanya mengakomodasi kepentingan ICMI Ibu Kota, dan kurang cocok jika dinilai dari perspektif ICMI daerah. Karena itu, ia akan mengusulkan dalam Muktamar V ICMI di Bogor, Jawa Barat, 4-7 Desember, agar pimpinan tertinggi dijabat ketua umum dengan dibantu sekretaris.
"Saya dan ketua ICMI dari daerah lain sudah membicarakan hal itu dan mempunyai titik persamaan. Tapi, kami tak akan memaksakannya sebab hal itu bukan cara-cara ICMI, biar hasilnya dikompromikan di muktamar. Yang jelas, posisi Presidium sudah tidak efektif diteruskan," tegas Ismail.
Di sisi lain, Ismail mengharapkan jika perhelatan Muktamar ke-VI lima tahun lagi bisa diselenggarakan di Malang. Ia akan memperjuangkan dalam forum rapat pimpinan internal dalam Muktamar agar keinginannya dapat terwujud. "Motivasi saya hanya ingin pengurus ICMI sekarang bisa kembali mengingat misi mulia para pendiri ICMI yang didirikan di Universitas Brawijaya Malang," tukas lulusan jurusan Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya tersebut.