REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achsanul Qosasi memprihatinkan minimnya serapan APBN 2010 pada kementerian dan lembaga yang hingga saat ini baru terserap sekitar 56 persen.
"Padahal APBN 2010 akan berakhir hanya tinggal dua pekan lagi. Saya membayangkan serapannya tidak akan berubah jauh," kata Achsanul Qosasi pada diskusi "Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah" di Jakarta, Jumat.
Menurut Achsanul, berita di media massa menyebutkan, dari 56 persen APBN yang terserap sekitar 50 persennya adalah belanja rutin yakni gaji pegawai dan operasional kementerian dan lembaga, sedangkan belanja proyek fisik hanya sekitar enam persen.
Kondisi ini, kata dia, memprihatinkan, karena sisa lebih pembayaran (Silpa) APBN 2010 yang akan masuk dalam komponen APBN 2011 menjadi sangat besar. "Minimnya serapan APBN 2010 terutama pada proyek fisik menunjukkan pembangunan fisik di sebagian besar daerah di Indonesia berjalan lamban," katanya.
Anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat ini memperkirakan, minimnya serapan APBN 2010 ada dua kemungkinan, karena pimpinan proyek di kementerian dan lembaga takut pada sanksi hukum atau karena belum memahami aturannya.
Menurut dia, jika pimpinan proyek di kementerian dan lembaga mengalokasikan anggaran dengan tepat waktu, sesuai harga, dan kualitasnya baik, tidak perlu takut pada sanksi hukum. Achsanul menambahkan, jika pimpinan proyek kurang memahami prosedur dan aturan hukum alokasi anggaran APBN maka perlu disosialisasikan lebih intensif.
Achsanul meminta, agar Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) melakukan sosialisasi soal penyerapan dana APBN ke kementerian dan lembaga terutama kepada pemerintah daerah lebih gencar lagi.
Menurut dia, ketakutan pimpinan proyek di kementerian dan lembaga terhadap alokasi anggaran APBN karena sebagian besar indikasi kasus korupsi pada pengadaan barang dan jasa. "Dari sekitar 7.000 kasus dugaan korupsi, sekitar 70 persennya adalah kasus pengadaan barang dan jasa, baik di pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah," katanya.