REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sebanyak sembilan advokat mengajukan uji materi pasal 28 ayat (1) Undang-undang (UU) nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang menetapkan wadah tunggal advokat ke Mahkamah Konstitusi karena aturan itu menimbulkan ketidakpastian hukum. Sembilan advokat mengajukan uji materi tersebut adalah Husen Pelu, Andrijana, Abdul Amin Monoarfa, Nasib Bima Wijaya, Siti Hajijah, R Moch Budi Cahyono, Joni Irawan dan Supriadi Budi Susanto.
Pasal 28 ayat (1) berbunyi: "Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat."
"Frasa 'satu-satunya' dalam Pasal 28 ayat (1) bertentangan dengan asas kemanfaatan, keadilan, dan kepastian hukum," kata Kuasa Hukum sembilan advokat, Taufik Basari, saat mendaftarkan perkara di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa (30/11).
Menurut Taufik, pasal 28 ayat (1) UU Advokat ini bertentangan dengan UUD 1945 khususnya pasal 27 ayat 2, 28 c ayat 1, 28 d ayat 2, 28 H ayat 1, 28, 28 C ayat (2), pasal 28 D ayat (1) dan pasal 28 I ayat (2) uud 1945.
Kuasa hukum itu juga menilai perintah UU Advokat agar organisasi advokat harus dengan wadah tunggal menimbulkan ketidakpastian hukum, menghalangi hak pemohon menjalani profesinya dan memperoleh pekerjaan/penghidupan yang layak, serta melanggar hak berserikat. "Kami meminta makna Pasal 28 ayat (1) tidak harus wadah tunggal, tetapi bisa banyak organisasi," kata Taufik.
Awalnya, lanjutnya, ide pembentukan wadah tunggal organisasi adalah sesuatu yang ideal, tetapi faktanya norma tersebut bukan memberi manfaat justru menjadi sumber konflik. "Dalam permohonan kami juga diuraikan juga sejarah panjang bagaimana para advokat membentuk organisasi advokat. Sejak dulu memang sudah diusahakan adanya wadah tunggal, tetapi upaya itu sering berujung konflik," jelasnya.
Dia juga menyatakan SK MA nomor 089 yang intinya menyatakan advokat yang disumpah harus dari Peradi tidak mengakomodir realitas yang ada. "Faktanya organisasi advokat lain selain Peradi masih eksis, memiliki anggota. Mereka tak bisa dipaksa untuk memilih organisasi tunggal yang ada karena mereka punya hak untuk berserikat dan berkumpul," jelas Taufik.
Dia juga menambahkan bahwa prinsip advokat adalah kebebasan dan kemandirian, sehingga dalam membentuk organisasi advokat adalah para advokat itu sendiri, bukan MA. Pemohon berharap penentuan bentuk organisasi advokat berjalan secara alamiah.
"Kalau tidak mampu membentuk wadah tunggal tak usah dipaksakan," ujarnya Di beberapa negara, ucap pemohon, wadah tunggal tidak merupakan keharusan," katanya.
Pemohon juga menawarkan konsep "multi bar association" dengan harapan mengakhiri perebutan wadah tunggal. "Jika 'multi bar association' yang dipilih, tetapi dengan kode etik bersama, dewan kehormatan bersama secara tunggal, soal kepengurusan silahkan saja multi bar," kata Taufik.