REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginginkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menginventarisasi aset-aset daerah, tak terkecuali fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum). Pendapat itu dikemukakan Wakil Ketua KPK, Chandra M Hamzah, usai mencanangkan zona integritas dengan Pemkot Surabaya, di Hotel Tunjungan, Selasa (30/11). "Saya harapkan seluruh aset harus diinventarisasi dan disertifikasi," imbuhnya.
Menurut Chandra, sesuai aturan setiap jalan dan taman yang sebelumnya milik developer perumahan harus diserahkan kepada pemerintah daerah setempat untuk didata sebagai aset milik negara. "Jalan satu-satunya adalah pemerintah setempat harus tegas terhadap developer," jelas pria yang sempat menghuni Rutan Mako Brimob Kepala Dua, Jakarta, selama tiga hari akibat kasus 'Cicak dan Buaya' tersebut.
Aset berupa fasum dan fasos, sambung Chandra, tak bisa diubah peruntukannya untuk diganti bangunan lain. Pasalnya, hanya pemerintah setempat yang punya kewenangan untuk mengubah peruntukan fasum dan fasos. "Developer harus diawasi secara ketat agar tidak mengubah peruntukan. Harus tegas menghadapi masalah itu," terang Chandra.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) tersebut melanjutkan bahwa kasus terlepasnya beberapa aset Pemkot Surabaya, harus menjadi pelajaran bagi pemimpin sekarang. Untuk memudahkan pekerjaan tersebut, Chandra menyarankan pemerintah setempat bernegoisasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) saat akan melakukan sertifikasi aset agar mendapat keringanan biaya pengurusan.
"Semua harus disertifikasi agar tak dikuasai swasta. Jangan dibuat rumit, Pemkot bisa berkordinasi dengan BPN untuk mengurusi masalah tanah," imbuh Wakil Ketua KPK bidang Penindakan tersebut.
Chandra menilai, penertiban administrasi aset milik Pemkor Surabaya masih belum berjalan baik, sehingga tak sedikit developer menguasai aset-aset berupa fasum dan fasos. "Untuk mengatasinya harus diikuti dengan komitmen yang kuat dari kepala pemerintahan," ujar Chandra.
Sedangkan, Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini mengakui pemerintahannya terus berjuang menyelamatkan aset negara yang berpindah tangan secara tak jelas. Pemkot, kata Risma, sering berupaya merebut aset yang dikuasai segelintir orang maupun kelompok swasta namun malah mendapat gugatan balik dari pihak swasta tersebut.
"Lapangan Kuning, Kolam Renang Brantas, Kebun Bibit, Jalan Kenari dan Gelanggang Olahraga Pancasila, adalah contohnya. Kita sudah berusaha mengembalikan menjadi aset negara, tapi belum bisa karena mendapat tentangan luar biasa dari pemilik saat ini," aku Risma.
Secara terpisah, Wakil Ketua DPRD Surabaya, Musyafak Rouf, menyatakan bahwa aset Pemkot hampir mencapai Rp 6 triliun. Tapi, karena belum terdata semua jumlah aset sekitar Rp 2 triliun. Belum lagi banyak aset Pemkot yang tak jelas pemanfaatannya oleh pihak swasta sebab belum disertifikasi.
"Kasus berdirinya hotel ternama di Surabaya yang dibangun di atas tanah milik Pemkot, tak jelas bagaimana sistem sewa, dan kemana pembayaran uang sewa itu. Persoalan itu yang perlu ditangani eksekutif," kata politisi PKB tersebut.