REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga saat ini tidak berniat mengambil alih kasus penggelapan pajak pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Gayus HP Tambunan, yang ditangani pihak kepolisian dan kejaksaan. "Sikap kami sudah jelas, melihat kasus itu apa adanya," kata Wakil Ketua KPK, Chandra M Hamzah, usai mencanangkan daerah zona integritas di Kota Surabaya, Jatim, Selasa (30/11).
Ia menjelaskan bahwa perkara hukum itu dilihat berdasarkan alat bukti, siapa pelakunya, dan apa perbuatan pelaku. "Kami juga tidak pernah meminta kasus itu kami ambil alih dari kepolisian. Kalau ada pihak yang mengatakan kami meminta kasus itu kami ambil alih, tanyakan pada yang membuat pernyataan," katanya menegaskan.
Dia juga meminta masyarakat berpikir jernih dalam melihat perkara hukum. Perbuatan hukum dalam bidang tata usaha negara, administrasi, perdata, dan pidana. "Perbuatan melawan hukum dalam ranah pidana itu juga tidak mesti mengandung unsur korupsi. Ada pidana perpajakan, pidana perbankan, pidana umum, dan pidana korupsi," paparnya.
Menurut Chandra, KPK hanya berwenang menangani perkara hukum yang di dalamnya terdapat unsur pidana korupsi. Sebelumnya "Indonesia Corruption Watch" (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengambil alih kasus Gayus.
"KPK dianggap sudah memenuhi syarat untuk mengambil alih kasus Gayus itu. Selain aspek yuridis, sesungguhnya KPK juga memiliki modal kepercayan dari publik. Sesuatu yang sejatinya tidak dimiliki oleh institusi kepolisian hari ini," kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Febri Diansyah, dalam surat elektroniknya kepada ANTARA di Surabaya, Minggu (21/11) lalu.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, maka secara yuridis formal KPK sudah berwenangan untuk melakukan supervisi terhadap kasus tersebut. Hal itu dapat dilihat dalam Pasal 9 tentang alasan pengambilalihan kasus korupsi.
Setidaknya ada tiga klausul yang sudah terpenuhi, di antaranya penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya; penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi; dan keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
"Hal lain tidak kalah penting untuk diluruskan berkaitan dengan penolakan Mabes Polri terkait pengambilalihan kasus ini adalah kepolisian tidak berwenang karena di dalam pasal 8 Ayat 3 UU KPK telah diatur pengambilalihan kasus korupsi," ujar Febri menjelaskan.
Dalam surat elektroniknya itu, ICW juga mendesak KPK melakukan supervisi atas kasus Gayus Tambunan dkk sesegera mungkin, dan menuntaskan kasus ini hingga dijeratkan aktor intelektual sesungguhnya. Kepolisian juga harus bersikap terbuka dan menghilangkan gelombang resistensi terhadap KPK dalam hal upaya pengambilalihan kasus tersebut. ICW juga meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hendaknya bersikap aktif dalam membongkar kasus tersebut.