Kamis 25 Nov 2010 05:41 WIB

Diyakini tak Ada yang Selamat di Ledakan Tambang Selandia Baru

Perdana Menteri Selandia Baru, John Key, mengumumkan duka nasional atas insiden ledakan tambang yang diyakini telah merenggut 29 nyawa.
Foto: SNAPSHOT/TELEGRAPH
Perdana Menteri Selandia Baru, John Key, mengumumkan duka nasional atas insiden ledakan tambang yang diyakini telah merenggut 29 nyawa.

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON--Seluruh penambang, berjumlah 29 orang yang terjebak di tambang batubara, Selandia Baru, sejak Jumat (19/11) pekan lalu diyakini meninggal setelah ledakan kedua. Kepala polisi setempat, Gary Knowles mengatakan  tidak ada harapan bahwa seorang pun akan selamat dari ledakan masif yang terjadi di bawah tanah, di tambang Pike River terletak di South Island tersebut.

Perdana Menteri Selandia Baru, John Key, pun menyatakan kehilangan akibat musibah itu sebagai tragedi nasional. Hingga kini tak ada kontak dengan para pria penambang--24 dari Selandia Baru, 2 dari Australia, 2 dari Inggris dan Afrika Selatan--sejak ledakan pertama pada Jumat lalu.

Dua warga negara Inggris, Peter Rodger, 40 tahun dan Malcoml Campbell, 25, keduanya lahir di Skotlandia. "Banyak warga negara Inggris bertempat tinggal di Selandia baru dan mereka kehilangan atas musibah yang menima Rodger dan Campbell," ujar Menteri Luar Negeri Inggris, William Hague.

Gary Knowles, yang memimpin operasi penyelamatan, mengatakan telah terjadi ledakan lain pada pukul 2 siang waktu setempat di dalam tambang. "Menurut keyakinan kami, tak ada orang yang selamat dalam skala ledakan itu, setiap orang pasti meninggal," ujarnya kepada reporter.

"Saya sendiri berada dalam tambang ketika ledakan itu terjadi dan sangat mengerikan, sama mengerikannya seperti ledakan pertama. Dan kini kami bergerak ke tahap pemulihan, bukan lagi penyelamatan," ujarnya. "Ini hal paling tragis yang pernah saya alami dalam tugas saya sebagai polisi," ujarnya

Para penyelamat telah bersiap untuk masuk ke dalam tambang Rabu (24/11) ini. Namun informasi menyatakan kadar gas metan terlampau tinggi. Tak lama kemudian, ledakan kedua terjadi. Ledakan itu bahkan dinilai lebih besar dan lebih kuat daripada ledakan pertama pada Jumat dan terjadi kurang lebih 30 detik, demikian menurut keterangan resmi.

Chief executive, perusahaan tambang Pike River Coal, Peter Whittal, mengatakan butuh upaya besar untuk mengeluarkan tubuh para penambang yang berusia antara 17 hingga 62 tahun ini. "Kita menginginkan semua orang kami kembali dan mengeluarkan mereka dari sana," ujarnya pada reporter.

Sementara itu, seorang ayah salah satu penambang, Lawrence Drew, berkata, "Kami masih berharap ada keajaiban,". Peter juga mengaakan bahwa seluruh keluarga sungguh tercabik dengan berita tersebut. "Mereka semua masih berharap bahwa anak mereka, saudara lelaki mereka salah satu yang beruntung," ujarnya, sebelum akhirnya meneteskan air mata. "Saya sepertinya tak bisa lagi melihat para kolega saya," imbuhnya.

Sementara itu perdana menteri Selandia Baru, mengatakan ia akan mengunjungi kawasan tersebut pada Kamis (25/11) untuk menemui para korban penambang dan berterima kasih kepada kru penyelamat. "Selandia baru adalah negara kecil. Sebuah negara di mana kita adalah pengasuh dan penjaga saudara sendiri. Sehingga kehilangan saudara sebanyak ini dalam satu kali insiden adalah ledakan memilukan," ujarnya dalam konferensi pers di Wellington.

"Semua 29 pria yang nama dan wajahnya telah kita kenal, kini tidak berjalan bersama kita lagi. Kita berada dalam kondisi duka nasional," ujarnya. Ia juga menyatakan bela sungkawa terhadap Australia, Afrika Selatan dan Inggris.

Menurut pakar pertambangan, David Peickert, kepada televisi Selandia Baru, TVNZ, kemungkinan besar para penambang itu pingsan akibat carbon monoksida sebelum ledakan kedua terjadi. Sehingga mereka bisa jadi tak merasakan ledakan tersebut.

Pike River berlokasi tak jauh dari Pertambangan Strongman, di mana ledakan bawah tanah pada Januari 1967 telah membunuh 19 orang. Bencana tambang terburuk Selandia Baru terjadi pada 1896, ketika ledakan gas di tambang Brunner menyebabkan 65 penambang tewas.

sumber : Telegraph
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement