Selasa 23 Nov 2010 08:42 WIB

PJTKI Sumiati dan Kikim akan Dikenai Sanksi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sebagai buntut dari kasus penyiksaan maupun pembunuhan tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar menyatakan akan memberi sanksi kepada Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang memberangkatkan Sumiati dan Kikim.

"Dua PJTKI itu sudah kita periksa intensif dan akan menjatuhkan sanksi, baik pencabutan izin atau yang paling sederhana diskors dan diberhentikan secara sementara, termasuk kita menunggu pengaduan masyarakat sepenuhnya," katanya di Jakarta, Senin.

Menakertrans menggelar rapat koordinasi mengenai peningkatan perlindungan TKI dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat.

Rapat itu juga dihadiri Dirjen Protokoler dan Konsuler Kementerian Luar Negeri Lutfi Rauf, Direktur Dokumen Perjalanan Visa Kementerian Hukum dan HAM Joni Muhammad, Dirjen Administrasi dan Hukum Kementerian Hukum dan HAM Aidir Amin Daud.

Menurut Muhaimin, adanya kasus penyiksaan maupun pembunuhan TKI seperti Sumiati dan Kikim itu merupakan bukti bahwa PJTKI tidak komit dan menyalahi koridor dari apa yang sudah menjadi ketetapan pemerintah.

Sementara itu, Pemerintah akan melakukan pengetatan pengawasan proses penempatan TKI untuk mengantisipasi terulangnya kasus serupa di masa mendatang. "Pertama akan dilakukan penyempurnaan, memeriksa PJTKI yang teledor dan tidak sehat dalam bisnis pengerahan tenaga kerja. BNP2TKI akan koordinasi dengan imigrasi dan instansi lain agar berjalan sesuai rencana," ujar Muhaimin.

Hal lain yang akan dilakukan dalam tempo singkat ini adalah menambah tenaga pengawas baik di dalam maupun di luar negeri. Dengan menambah petugas di atase ketenagakerjaan kedutaan Indonesia di luar negeri, terutama di Saudi Arabia di mana banyak ditemukan kasus penyiksaan TKI.

Penambahan jumlah tenaga pengawas di Arab Saudi dinilai sudah mutlak dibutuhkan mengingat tingginya arus TKI ke negara tersebut, di mana dalam satu bulan diperkirakan minimal 20 ribu TKI diberangkatkan dari seluruh wilayah tanah air.

Tingginya jumlah TKI di negara tersebut juga membuat Menakertrans menyebut langkah penghentian sementara pengiriman atau moratorium TKI masih perlu dikaji, sehingga ditemukan penilaian rasional dan objektif yang juga tidak merugikan bagi TKI yang berhasil.

"Menyangkut moratorium, posisi kita sedang melakukan pengkajian ulang secara intensif sehingga kita mengerti betul antara kasus yang berkembang dengan jumlah keberangkatan dan kasus yang muncul," katanya.

Pihaknya akan membatasi keberangkatan termasuk pola rekrutmen sehingga tidak merugikan saudara-saudara yang diuntungkan dalam bekerja di sana dan berhasil, ujar Muhaimin.

Jika diterapkan moratorium secara tergesa-gesa, Muhaimin menyebut bisa jadi timbul persoalan baru di mana pemerintah bisa digugat sehingga pihaknya menawarkan jalan tengah berupa pengetatan dan pemantauan lebih detil terhadap PJTKI.

"Moratorium bisa dilakukan kalau arus migrasi TKI kita sudah sampai pada titik yang tidak bisa ditoleransi. Tapi jumlah begitu besar ini akan kita kaji bersama pihak terkait," katanya.

Untuk sementara, Pemerintah akan memperbaiki kontrak kerja TKI ke Arab Saudi dan memasukkan persyaratan bahwa dalam kontrak tersebut dicantumkan hal-hal seperti peta rumah majikan, jumlah pengguna, besar penghasilan keluarga, akses komunikasi dan jaminan TKI mendapat libur minimal seminggu sekali.

Pembaruan kontrak kerja itu disebut Menakertrans akan termasuk kondisi rumah majikan yang harus representatif untuk dapat menampung penata laksana rumah tangga mereka atau TKI, asuransi kesehatan dan pemeriksaan kesehatan rutin.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement