Ahad 21 Nov 2010 22:22 WIB

Telepon Genggam Bukan Solusi Lindungi TKI

Rep: AS Priyo/Ant/ Red: Arif Supriyono

REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER--Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Timur, Muhammad Cholily, menilai pemberian fasilitas telepon genggam kepada TKI bukan solusi tepat untuk mengantisipasi tindakan kekerasan yang menimpa mereka. "Sebagian buruh migran sudah memiliki telepon genggam, namun mereka masih saja mendapat kekerasan dari majikan," kata dia Jember, Ahad (21/11).

TKI yang berada di luar negeri akan dibekali telepon genggam oleh pemerintah agar mereka dapat melapor dengan cepat, apabila mengalami tindak kekerasan atau terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki pada diri TKI. Usulan tersebut disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setelah rapat kabinet terbatas yang membahas perlindungan TKI di Kantor Kepresidenan, Jakarta.

Menurut Cholily, kasus kekerasan yang dialami oleh Sumiati, TKI asal Dompu, Nusa Tenggara Barat, dan Kikim Komalasari asal Cianjur, Jawa Barat adalah kasus yang terjadi kesekian kalinya. Kasus Sumiati dan Kikim, dianggap bagian dari fenomena "gunung es" di tengah kenyataan, bahwa Arab Saudi merupakan salah satu negara penerima TKI terbesar di luar negeri, setelah Malaysia.

"Pemerintah selalu berjanji untuk menyelesaikan kasus kekerasan TKI, namun tiap tahun jumlah TKI yang mengalami kekerasan semakin meningkat," tutur aktivis buruh migran itu. Ia mengemukakan, kekerasan juga pernah dialami oleh TKI asal Kabupaten Jember bernama Muntik yang meninggal dunia karena disiksa oleh majikannya, namun tindakan konkret pemerintah untuk melindungi TKI dengan menyiapkan sebuah peraturan masih belum jelas.

SBMI mendesak pemerintah Indonesia lebih serius mermperhatikan nasib warganya yang bekerja di luar negeri karena nilai devisa negara yang dihasilkan TKI cukup besar.

"TKI adalah pahlawan devisa negara, tuturnya, namun mereka tidak mendapatkan perlindungan optimal dari pemerintah. Ia sangat prihatin atas hal  ini. Pemerintah,  wajib membuat nota kesepahaman dengan Arab Saudi dan negara lainnya mengenai TKI dengan fokus pemberian perlindungan kepada buruh migran tersebut.

Pemerintah bisa membuat perjanjian bilateral dengan mengakomodasi perjanjian kerja sama multilateral yang sudah ada sebelumnya, ujarnya, sehingga tidak ada lagi kasus kekerasan yang dialami oleh pahlawan devisa itu. Cholily berharap Kedutaan Besar dan Konsulat Jenderal RI (KJRI) sebagai perwakilan Pemerintah Indonesia di negara tujuan TKI, memaksimalkan perannya dalam melakukan pencatatan dan perlindungan terhadap WNI yang bekerja di luar negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement