REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta segera mengambil-alih kasus suap dan penggelapan pajak yang dilakukan Gayus Tambunan. Penyidikan yang saat ini masih berlangsung di kepolisian dinilai tidak akan maksimal, mengingat masih rentannya praktik suap yang terjadi di tubuh institusi Tri Brata tersebut.
Hal ini diungkapkan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah. Febri merujuk kasus suap Gayus kepada penjaga rumah tahanan Mako Brimob Depok. “Ini menunjukkan penanganan proses hukum Gayus tidak serius. Ini adalah bentuk kegagalan aparat hukum,” ujarnya saat dihubungi Republika, Jum’at (12/11).
Lolosnya Gayus dari tahanan polisi dipandang ICW sebagai simbol belum berjalannya reformasi di tubuh kepolisian. Praktik korupsi, suap, dan ketidakprofesionalan polisi menjadi stigma yang sulit dihapus dan mengakibatkan ketidakpercayaan ICW pada komitmen polisi. “Ini yang kami takutkan terjadi dalam proses hukum Gayus di kepolisian. Sulit rasanya berharap banyak pada polisi bila melihat penanganan Gayus di dalam tahanan,” jelas Febri.
Karena itu, Febri meminta KPK untuk mengambil-alih kasus Gayus. KPK juga diminta untuk mengawasi penahanan Gayus. “Kami harap KPK segera mengambil-alih kasus ini. Dari berbagai masalah dalam proses hukum Gayus, kami menilai polisi tidak efektif dalam menjalankan tugasnya,” tuturnya.
Terkait praktik suap yang menyebabkan lolosnya Gayus dari tahanan, Febri meminta adanya pengusutan di intern kepolisian. Menurut Febri, polisi harus menindak pejabat yang bertanggungjawab.
Febri sangat menyayangkan apabila sanksi hukum hanya ditimpakan pada aparat berpangkat rendah. “Harusnya pejabat yang bertanggungjawab ditindak. Harus dilihat pula ada tidaknya keterlibatan pejabat tinggi kepolisian,” katanya.
Lebih lanjut Febri memandang, lolosnya Gayus dari tahanan merupakan tamparan bagi institusi hukum di negeri ini. Usaha pemberantasan mafia hukum tidak akan berjalan maksimal bila institusi hukum seperti polisi masih dikotori dengan praktik suap dan korupsi. “Mafia hukum akan terus ada selama belum adanya pembenahan yang dilakukan secara intern di kepolisian dan institusi lain. Tanpa dukungan polisi, usaha yang sudah dilakukan satgas selama berbulan-bulan (Satgas Pemberantasan Mafia Hukum) akan sia-sia,” katanya.
Dari hasil penyelidikan ICW, Febri mengakui praktik suap di dalam tahanan bukanlah barang langka. ICW, ujarnya, kerap mendapati praktik suap yang dilakukan tahanan guna mendapat fasilitas atau pun menikmati udara bebas di luar tahanan. “Ini sebenarnya sudah sering terjadi tak hanya di tahanan polisi saja. Kita tentu masih ingat kasus Artalyta Suryani yang hidup nyaman di tahanan,” pungkasnya.
Sementara itu, kuasa hukum Gayus Tambunan, Pia Akbar Nasution mengaku tidak tahu-menahu atas praktik suap yang dilakukan kliennya. Dia sendiri mengaku kecewa dengan Gayus atas skandal kaburnya sang mantan pegawai Ditjen Pajak dari tahanan Mako Brimob. “Kami sama sekali tidak tahu. Selama ini kami hanya menemuinya (Gayus) di tahanan dan di PN (Pengadilan negeri), tak pernah di luar,” kilahnya.