REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK--Kongres Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ke-27 akan memilih ketua umum yang baru pada hari terakhir pelaksanaan kongres, yakni 10 November mendatang. Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan, menegaskan agar pemimpin HMI selanjutnya dapat memiliki visi yang berorientasi pada masa depan.
Menurut Anies, saat ini banyak pemimpin yang masih terkenang dan memelihara masa lalu. Padahal, lanjutnya, pemimpin yang dibutuhkan yakni pemimpin yang sudah merencanakan masa depan bangsanya tanpa terus beromantisme dengan masa lalu. “HMI harus maju dan tidak terus mundur dengan kejayaan masa lalu. Pemimpin HMI harus sudah berbicara tentang masa depan. Bangunlah, HMI!” tegas Anies saat memberikan kuliah terbuka kepada ratusan peserta Kongres HMI ke-27 dengan tema ‘Education and Leadership Development’ di Masjid Graha Insan Cita, Cimanggis, Kota Depok, Ahad (7/11) siang.
Ia menuturkan, seorang pemimpin telah memikirkan bagaimana bangsanya 20 hingga 30 tahun mendatang. Dengan begitu, HMI akan tetap mengambil peran strategis dalam perkembangan dunia yang semakin cepat. Ia juga mengimbau agar HMI tidak tertinggal langkah dengan organisasi Islam lainnya. Ciri-ciri seorang pemimpin, jelasnya, memiliki empat kemampuan yang berkualitas yaitu, memiliki sisi akademis yang baik, pemikiran yang kuat, memiliki kemampuan bahasa asing yang lengkap dan networking atau jaringan yang luas. Pemimpin yang komplet seperti itu, akan menjamin kemajuan bangsanya.
“Cina memang memiliki kemajuan yang sangat pesat belakangan ini. Tapi saya tidak menganjurkan pemimpin kita untuk mencontoh Cina yang pragmatis, tapi contohlah Jepang yang memiliki visi masa depan yang sangat maju,” imbuh pria yang terpilih menjadi salah satu dari 20 tokoh dunia yang membawa perubahan pada 20 tahun mendatang versi majalah Foresight, April 2010 lalu. Ia memaparkan, saat Restorasi Meiji, Jepang melakukan pembaruan yang sangat cepat. Perubahan itu berawal dari sebuah delegasi yang beranggotakan sebanyak 52 orang dan dikirim untuk mengelilingi Eropa dan Amerika Serikat untuk belajar budaya Barat. Tidak tanggung-tanggung, mereka melakukannya selama dua tahun dan kemudian pulang kembali ke Jepang untuk mengadopsinya ke dalam budaya Jepang.