Selasa 26 Oct 2010 00:25 WIB

Ombudsman Daerah Uji Materi UU Ombudsman RI

Rep: Rosyid Nurul Hakim/ Red: Budi Raharjo
Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sejumlah perwakilan ombudsman daerah menuntut uji materi Undang Undang nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, di Mahkamah Konstitusi (MK). Ombudsman di daerah ini terancam keberadaannya.

"Yang menggunakan nama ombudsman di daerah diberhentikan," ujar salah satu pemohon, Syamsuddin Alimsyah, seusai sidang pemeriksaan pendahuluan, di gedung MK, Senin (25/10).

Menurutnya, berdasarkan pasal 46 ayat (1) dan (2) dari UU tersebut, komisonaris Ombudsman pusat sudah melakukan penafsiran dan mengirimkan surat ke daerah untuk menghentikan ombudsman daerah yang sudah berdiri sebelumnya.

Isi pasal 46 itu adalah, pada ayat (1), Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, nama “Ombudsman” yang telah digunakan sebagai nama oleh institusi, lembaga, badan hukum, terbitan atau lainnya yang bukan merupakan lembaga Ombudsman yang melaksanakan fungsi dan tugas berdasarkan Undang-Undang ini harus diganti dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini. Lalu pada ayat (2) berbunyi, institusi, lembaga, badan hukum, terbitan atau lainnya yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap menggunakan nama “Ombudsman” secara tidak sah.

Padahal pada data yang telah dihimpun pihak pemohon, sudah ada delapan lembaga ombudsman di tujuh daerah yang sudah berjalan. Beberapa diantaranya justru sudah berdiri jauh sebelum UU tentang Ombudsman Republik Indonesia itu ada. Seperti Ombudsman di Kabupaten Asahan, Kota Makassar, dan Yogyakarta.

"Dengan adanya pasal itu, ombudsman di Makassar, Yogykarta, dan Asahan menjadi terganggu," kata Syamsuddin. Ombudsman yang sebelumnya sudah ada itu dibentuk sebagai inisiatif masyarakat untuk memperbaiki pelayanan umum.

Selain itu, Syamsuddin mengungkapkan bahwa dengan berlakunya pasal 46 itu, dikhawatirkan akan terhadi konflik kewenangan di daerah. Sebab, dari penafsirannya, UU Nomor 37 Tahun 2008 itu membuka kemungkinan pembentukan perwakilan ombudsman pusat di daerah. "Pada gilirannya nanti, kerancuan kewenangan dan dualisme ini akan menciptakan kebungunan aparat pemerintah daerah dan masyarakat," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement