REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta--Rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Indonesia, Soeharto, ditanggapi serius oleh sejumlah mantan aktivis 1998. Penolakan ini akan diwujudkan dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung atas sejumlah pasal dalam UU No. 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Surat judicial review yang dilakukan atas nama Tim Advokasi Aktivis 1998 'Tolak Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto' ini rencananya akan didaftarkan besok, Senin (25/10). Sejumlah pasal dalam UU No. 20/2009 yang akan digugat adalah pasal 1 ayat 4; pasal 16 ayat 1; pasal 25 dan pasal 26.
Hal ini diungkapkan dalam konferensi pers yang digelar Ahad (24/10) di Komplek Perdatam, Pancoran, Jakarta Selatan. Judicial review ini digagas oleh empat mantan aktivis 1998 yang juga hadir, yaitu Gatot Goei (Koordinator Tim Advokasi), AH Wakil Kamal, Muhammad Chozin (Ketua HMI Majelis Penyelamat Organisasi), dan Edwin Partogi (Advokasi Korban Kejahatan Sindikat).
Selain itu turut hadir sejumlah mantan aktivis 1998 dan akademisi lainnya seperti Ray Rangkuti (Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia), Ari Susanto (dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina), Abdullah dan Dani Setiawan (ICW).
Menurut Ray Rangkuti yang hadir sebagai moderator, rencama pemberian gelar pehlawan kepada Soeharto sebagai sebuah delegitimasi segala kejahatan yang telah diperbuat rezim Presiden Kedua RI tersebut selam 32 tahun berkuasa. "Segala kejahatan orde baru dibidang politik, sosial, ekonomi, dan lingkungan akan dianggap tak pernah terjadi," ujar Rangkuti.
Rangkuti menambahkan, secara moral dan logika tidak ada alasan bagi pemerintah untuk memberi gelar pahlawan ini kepada Soeharto. "PBB saja memasukan Soeharto dalam daftar koruptor yang merampas kekayaan negara." Dan hingga kini, tambahnya, belum ada sepeser pun kekayaan negara yang berhasil disita dari keluarga Soeharto.
Selain itu, Dani Setiawan dari Indonesian Coruption Watch menyatakan Soeharto sebagai pengkhianat bangsa. Ini dilihat dari penyerahan kedaulatan ekonomi kerakyatan kepada pengusaha asing melalui sejumlah UU di bidang pertambangan, kehutanan, dan migas. "Dan banyak aset negara yang berubah menjadi aset pribadi, bagi kroni dan keluarga Soeharto," ujar Dani
Sementara Muhammad Chozin mengibaratkan rencana pemberian gelar pahlawan sebagai upaya membangkitkan nilai-nilai yang rezim Soeharto tumbuhkan seperti korupsi dan pelanggaran HAM. "Ibarat jin, kami sudah menyegel nilai-nilai Soeharto dalam botol, dan sekarang ada yang mau menguliti segel ini," kata Chozin.
Karena itulah, Ray Rangkuti menyimpulkan, dengan segala catatan buruk yang dimiliki Soeharto selama 32 tahun memimpin Indonesia sebagai diktator, intergritas Soeharto dianggap tidak patut diberi gelar pahlawan. "Keterlibatan Soeharto pada kasus Trisakti dan Gerakan 30 September 1965 pun belum berhasil diungkap pemerintah," paparnya.