Selasa 19 Oct 2010 05:31 WIB

Gelar Pahlawan Suharto Tak Perhatikan Konteks Keadilan

Rep: Indah Wulandari/ Red: Djibril Muhammad
Alm Soeharto
Alm Soeharto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Jaringan Solidaritas Keluarga Korban untuk Keadilan (JSKK) keberatan dengan rencana pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional bagi Soeharto. Usulan bagi Presiden kedua Republik Indonesia ini kurang tepat dengan mempertimbangkan konteks keadilan.

"Di masa kepemimpinan Soeharto bersama rezim Orde Baru telah terjadi banyak rangkaian kasus-kasus pelanggaram HAM yang berat. Akibatnya banyak korban di kalangan masyarakat yang kehilangan hak-nya dan menderita," papar Wakil Koordinator KontraS Haris Azhar, Senin (18/10).

Di luar konteks hak asasi manusia, ada cacat dalam upaya pemberantasan korupsi dan kolusi serta nepotisme. Terkait korupsi, ada Ketetapan MPR (TAP MPR) Nomor XI tahun 1998 tentang Penyelenggaraaan Negara yang Bebas KKN (kolusi korupsi nepotisme) yang  isinya mengamanatkan penuntasan dugaan KKN mantan Presiden Soeharto.

Bahkan PBB telah mengeluarkan laporan Stolen Asset Recovery (StAR) pada 2005 yang menyebutkan bahwa Soeharto berada pada peringkat pertama sebagai (mantan) Presiden terkorup di abad 20. "Kematian Soeharto pada tahun 2008 hanya mengugurkan kewajibannya untuk mempertanggungjawabkan secara hukum. Namun di sisi lain, ada kewajiban negara yang masih belum ditunaikan oleh pemerintah hingga saat ini," imbuh Haris.

Diantaranya, melakukan pengungkapan kebenaran (investigasi), penghukuman atas mereka yang terbukti bersalah dari proses investigasi dan menjadikan persoalan tersebut sebagai pembelajaran bagi bangsa. Pemerintah pun, imbuh Haris, harus memperhatikan asas keadilan sebagaimana yang termaktub di dalam UU Nomor 20 tahun 2009 tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan.

Oleh karenanya, pemberian gelar pahlawan terhadap Soeharto dari Presiden SBY semakin menyesakkan derita para korban dari kasus-kasus HAM. "Rencana pemberian gelar pahlawan kepada HM Soeharto jelas merupakan langkah kontradiktif bagi upaya mendorong penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa rezim Soeharto," cetus Haris.

Selama masa kepemimpinannya hingga tahun 1998. Soeharto juga dianggap bertanggung jawab dalam kasus-kasus pelanggaran HAM. Seperti kasus Tanjungpriok (1984), Talangsari (1989), penculikan dan penghilangan paksa (1997/1998), hingga kerusuhan 1998. Tragedi tahun 1965-1966 Juga merupakan kasus lama yang hingga kini proses hukumnya mentok di Komnas HAM.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement