REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—-Pembahasan mengenai reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB II) semakin mencuat menjelang tanggal 20 Oktober 2010. Para pengamat politik menganggap reshuffle dilakukan untuk memperbaiki kinerja para menteri KIB II.
Pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanuddin Muhtadi, mengatakan reshuffle kabinet merupakan hal yang wajar dan menjadi jadwal reguler Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). “Reshuffle itu sudah menjadi kewenangan Presiden dan jadwal reguler, terutama menjelang satu tahun pemerintahan SBY,” kata Burhanuddin saat dihubungi Republika melalui telepon selulernya, Sabtu (16/10).
Saat KIB I , Presiden SBY dua kali melakukan perombakan dalam kabinetnya. Terkait dengan reshuffle, Burhanudin mengatakan reshuffle kabinet harus berdasarkan pada alasan kinerja. “Kalau memang kinerja menterinya buruk, track recordnya buruk, lebih baik diganti saja daripada mengganggu,” kata Burhanuddin.
Jadi, sambung Burhanuddin, jangan sampai reshuffle kabinet lebih kental nuansa politisnya. “Jangan sampai alasan politis ditutupi dengan alasan kinerja untuk merombak kabinet. Kalau memang menteri tersebut tidak bagus kinerjanya, lebih baik diganti dengan yang memiliki kapasitas yang lebih bagus,” ujar dia.
Menurut Burhanuddin, sejauh ini, ada beberapa menteri yang tidak bagus kinerjanya, bahkan bisa dibilang pantas mendapat rapor merah. “Seperti Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, Helmy Faisal Zaini, selama ini tidak ada gebrakan yang dibuatnya,” kata Burhanuddin.
Burhanudin juga menyorot kinerja Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM), Patrialis Akbar. “Patrialis Akbar termasuk salah satu menteri yang tidak bagus kinerjanya. Lihat saja kasus belakangan yang tidak dapat dia tangani, seperti imigran yang kabur, kemudian pemberian remisi kepada koruptor,” jelas dia.
Tidak hanya kedua menteri di atas, Burhanuddin juga menilai kinerja Tifatul Sembiring sebagai menteri Komunikasi dan Informasi di bawah standar. Kemudian Menteri ESDM, Darmin Saleh yang tersangkut isu dugaan perselingkuhan. “Menteri Agama, Surya Dharma Ali juga buruk kinerjanya karena maraknya isu yang mengganggu toleransi beragama belakangan ini,” kata Burhanuddin.
Namun, sambung Burhanuddin, walaupun kinerja para menteri ini buruk, mereka masih dapat diselamatkan oleh partai tempat mereka bernaung. “Tergantung komunikasi mereka dengan partai politik yang berada di belakang mereka. Kalau komunikas mereka dengan parpol bagus, kemungkinan mereka masih bertahan di kabinet,” kata Burhanuddin.
Kalau komunikasi mereka dengan parpol tempat bernaung buruk, lanjut Burhanuddin, bisa jadi mereka digantikan oleh wajah baru. “Semakin buruk hubungan si menteri dengan partainya, maka peluang terkena reshuffle semakin tinggi. Kalau partai itu mencabut mandatnya, maka menteri akan terkena reshuffle," ujar Burhanuddin.
Sementara itu Pengamat Politik dari UIN, Bachtiar Effendy, mengatakan, reshuffle kabinet sepenuhnya menjadi kewenangan Presiden. “Kalau memang menterinya itu menteri kesayangan Presiden walau kinerjanya buruk ya tidak akan di reshuffle. Sebagus apapun kinerja seorang menteri kalau memang secara politis dia mengganggu koalisi pasti akan terkena reshuffle,” kata Bachtiar saat dihubungi Republika melalui telpon seluler, Sabtu (16/10).