REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--DPR mempertanyakan sistem pemberian sertifikasi bagi masinis kereta api di Indonesia. Ini terkait tragedi kecelakaan kereta api yang terjadi di Stasiun Petarukan dan Purwosari Solo, Jawa Tengah, Sabtu (2/10).
Dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR, Senin (4/10), Menteri Perhubungan Freddy Numberi mengakui lemahnya pola pembinaan masinis di Indonesia. "Perlu ada pembenahan dalam sistem sertifikasi dan pembinaan masinis. Ini yang perlu dilakukan segera," ujarnya di Jakarta.
Menurut Freddy, kecelakaan di Petarukan dan Solo diakibatkan faktor kesalahan masinis. Dia menegarai, kesalahan terjadi karena rendahnya kualitas dan pengetahuan masinis dalam ilmu perkereta-apian.
"Dari hasil penyelidikan sementara yang dilakukan pihak kepolisian, kesalahan manusia diduga menyebabkan terjadinya kecelakaan di Petarukan dan Purwosari. Namun, kita masih harus menunggu rampungnya seluruh proses hukum sebelum berkesimpulan mengenai penyebab," kata Freddy.
Dia menjelaskan kronologi peristiwa yang terjadi. Kecelakaan di Petarukan, kata Freddy, berawal dari pelanggaran sinyal pengaturan kereta oleh masinis Agro Bromo. Lampu sinyal yang menunjukkan warna merah --mewajibkan kereta untuk berhenti-- tidak digubris kereta Argo Bromo.
Alhasil, kereta eksekutif itu menabrak kereta api Senja Utama yang tengah berhenti di stasiun antara Petarukan. "Ini akibat kesalahan fatal masinis," tutup Freddy.
Berbeda dengan Menteri Perhubungan, Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) --selaku badan yang berwenang melakukan investigasi kecelakaan-- belum bisa menyimpulkan penyebab kejadian di Petarukan dan Solo.
"Kami hingga detik ini belum bisa menyimpulkan penyebab, apakah karena human erorr atau kesalahan yang lain. Karena untuk menyelidiki kasus seperti ini butuh waktu," kata Ketua KNKT, Tatang Kurnadi. Karena itu, dia meminta seluruh pihak untuk bersabar menunggu hasil penyelidikan KNKT.