Selasa 05 Oct 2010 03:45 WIB

Pak Presiden, Mana Janji Zero Accident?

Rep: Rahmat Santosa Basarah/ Red: Siwi Tri Puji B
Tabrakan kereta api di Pemalang
Foto: antara
Tabrakan kereta api di Pemalang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menagih janji Presiden terkait program  zero accident yang dicanangkan pemerintah dalam kerangka sistem transportasi nasional.  Sejumlah insiden demi insiden kecelakaan yang memakan korban anak negeri telah membuktikan tidak seriusnya pemerintah mengelola sarana angkutan massal yang aman, nyaman, dan layak bagi masyarakat.

''Kami mempertanyakan keseriusan pemerintah, khususnya terkait upaya penurunan angka kecelakaan kereta api hingga  zero accident,'' tandas sekertaris Fraksi PKS, Abdul Hakim dalam siaran persnya yang diterima  Republika  di Jakarta, Senin (4/10).   Hal ini sungguh ironi dengan pernyataan presiden sebelumnya, bahwa dalam lima tahun ke depan operasional kereta api sebagai sarana transportasi massal harus menuju angka nol kecelakaan.   

 Ia memandang vonis kesalahan  human error  pada setiap kecelakaan transportasi yang terjadi adalah pengaburan masalah.  ''Ada faktor kelalaian pemerintah dalam melaksanakan kewajibannya menyangkut pelaksanaan Undang-Undang,'' papar Hakim.

 Menurut Hakim ada empat paket Undang-Undang yang mengamanatkan pemerintah melaksanakan program-program terkait ‘zero accident’. Antara lain UU nomor 23 Tahun 2007 tentang perkereta apian, UU nomor 17 tentang pelayaran, UU nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan, serta UU nomor 22 Tahun 2009 tentang lalulintas dan angkutan jalan .  ''Tetapi coba dievaluasi, sejauh mana yang sudah dijalankan,'' katanya.

Menurutnya, khusus perkereta-apian, pemerintah sudah lalai melaksanakan amanat UU No. 23 tahun 2007, yaitu dalam pengelolaan sarana dan prasarana seharusnya dilakukan oleh Badan Usaha secara profesional.   ''Termasuk melakukan audit menyeluruh PT. KAI, kewajiban PSO, serta evaluasi aset dan neraca awal PT. KAI, yang tenggatnya sudah lewat sejak April 2010 lalu,'' ujar Hakim.

Ruh UU ini, lanjut Hakim adalah memberi arah perkereta-apian nasional menuju badan usaha yang sehat dan memberi pelayanan profesional.  “Dan ini membutuhkan political will yang kuat dari presiden agar dapat terlaksana, karena menyangkut koordinasi lintas kementerian di bawahnya,''tambahnya.

Karena itu, Hakim tidak sepakat bila kesalahan  human error pada kasus insiden kecelakaan Panarukan ditimpakan pada masinis semata.   ''Ada indikasi kesalahan desain di stasiun Petarukan yang tidak memenuhi standar syarat keselamatan dengan tidak dipasangnya sepur sayap sepur hulu,'' ucapnya.

''Evaluasi harus dilakukan pada jajaran kementerian Perhubungan khususnya dirjen perkereta-apian secara komprehensif dan segera melakukan audit manajemen PTKAI, termasuk aspek-aspek yang mempengaruhi kinerja SDM pengelola, termasuk kesejahteraannya,'' katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement