REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Meningkatnya ancaman stabilitas kemananan negara yang ditandai dengan maraknya gangguan keamanan dan aksi kekerasan yang terjadi di berbagai belahan Nusantara dinilai pengamat politik Sugeng Soerjadi Syndicate Sukardi Rinakit akibat lemahnya kepemimpinan dan kekuatan aparat keamanan.
"Kasus kerusuhan di Buol, Tarakan, Jakarta, dan terbaru di Bogor akibat lambannya Presiden memberikan respon munculnya potensi gangguan keamanan. Akibatnya, pemimpinnya tak tegas maka negara tak berdaya mengatasi berbagai gejolak di masyarakat," terang Sukardi kepada Republika di sela seminar nasional Pancasila sebagai Way of Life, yang diselenggarakan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Grand City, Surabaya, Ahad (3/10).
Dikatakan Sukardi, jika Presiden (SBY) langsung tegas menyikapi setiap potensi munculnya gangguan stabilitas keamanan dan potensi munculnya kerusuhan, maka kelompok maupun komunitas manapun yang menjadi pemicu kerusuhan tak akan berani berbuat onar.
Mengingat simbol negara tak bisa diteladani maka Polri sebagai penjaga keamanan keteteran dalam mengamankan wilayah. "Akibat Presiden tak tegas otomatis aparat keamanan (polisi) lembek dalam menangani kasus kerusuhan. Di satu sisi, kekuatan militer juga sangat lemah. Itu jelas menandakan ketidakmampuan negara dalam mengendalikan rakyatnya," jelasnya.
Menurut Sukardi, lemahnya kontrol negara dalam kehidupan berbangsa membuat semangat nasionalisme masyarakat Indonesia. "Keadaan itu dibarengi dengan meningkatnya primordialisme di berbagai daerah. Itu menjadi ancaman terjadinya disintegrasi bangsa," ujar lulusan Fisip Universitas Indonesia tersebut.
Sukardi melanjutkan bahwa berbagai gejolak yang terjadi di grass root itu menandakan bahwa ideologi Pancasila dengan ajaran Bhineka Tunggal Ika hanya menjadi jargon semata. "Pancasila hanya hidup di kalangan elite politik. Tinggal jadi jargon di mulut politisi. Sedangkan di masyarakat bawah sudah tak mau peduli dengan keberagaman," kata Sukardi.
Maka itu, ia mengingatkan agar pemerintah harus selalu tanggap dengan setiap isu yang dapat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Presiden selama ini belum bertindak sebagai simbol negara yang berada di posisi terdepan untuk mengambil alih setiap kasus besar yang terjadi di masyarakat. Hanya itu yang sebenarnya diperlukan jika ingin negara mampu mengatur rakyatnya," tukas Sukardi.