Sabtu 25 Sep 2010 01:23 WIB

Bogem Mentah dari Anggota Dewan yang Terhormat

Rep: Abdullah Syammi/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Benar-benar malang nasib Fujio Nipponsori (40). Anak dari eks diplomat Indonesia di Jepang itu tak menyangka, kerja dengan seorang anggota dewan bukannya membawa peruntungan. Alih-alih bekerja dengan jaminan tegaknya undang-undang perlindungan kerja--hasil karya sang anggota--Fujio justru mengalami nasib nahas.

Dia dianiaya oleh sang majikan yang notabene wakil rakyat dari Fraksi Demokrat, Muhammad Nasir.

Fujio mengaku telah dianiaya sang anggota DPR karena dituduh mencuri uang Rp 50 juta milik Nasir. Karena mengaku tak mencuri, Fujio pun dianiaya oleh Nasir pada Jumat (17/9) lalu.

Fujio menuturkan, dirinya telah tiga bulan bekerja dengan Nasir. Awalnya, tak ada masalah dalam hubungan kerja. Namun semuanya mendadak berubah kala uang Rp 50 juta milik Nasir raib.

Malangnya, Fujio lah yang dijadikan kambing hitam atas kejadian itu. "Saya dituduh mencuri uang Rp 50 juta miliknya. Padahal, saya tidak tahu menahu," ungkap Fujio.

Pengakuan Fujio ternyata tidak meredakan kecurigaan Nasir. Sebaliknya, anggota komisi IX DPR itu naik pitam dan memaksa Fujio untuk mengakui tuduhannya.

Nasir menuduh Fujio mencuri uang yang ditransfer stafnya bernama Darson. Menurut Fujio, pengakuannya tak digubris. Nasir malah menghardik Fujio dengan berkata, "Kau ke manakan uang awak yang Rp 50 juta?" Kata Fujio menirukan ucapan sang majikan.

Hardikan itu ditanggapi Fujio dengan jawaban yang sama. "Memang saya tidak mencuri uang itu," ungkapnya menerangkan awal kronologi peristiwa.

Karena tidak puas dengan jawaban sang sopir, Nasir pun bertanya kepada petugas keamanan di rumahnya. Petugas keamanan menjawab, Fujio sempat izin keluar rumah untuk membeli bensin. Dari jawaban petugas keamanan, Nasir merasa Fujio telah berbohong dengan mengatakan tidak pergi ke mana pun. Fujio mengakui, dia memang tidak menjawab pergi ke SPBU ketika ditanya Nasir. "Tetapi, saya izin petugas dan dikawal," katanya.

Karena terbakar emosi, Nasir pun dengan seketika melayangkan bogem mentah ke arah sang sopir. "Saya dipukuli di pipi sebelah kiri, pipi sebelah kanan, daerah muka, dan bagian belakang kepala. Kalau enggak saya tangkis, mungkin masih terus dipukuli,"katanya.

Pasca-aksi pemukulan, Nasir meminta petugas keamanan memanggil petugas Polsek Pancoran--di mana letaknya tak jauh dari kediaman Nasir. Dua polisi yang datang bernama Suwondo dan Sukamta.

Fujio mengatakan, polisi bernama Suwondo bertanya alasan muka Fujio babak belur. Fujio menjawab dan menjelaskan duduk perkara.

Sang polisi pun berkata," Sudah kamu ikut saya saja ke pos, kalau disini bisa habis kamu." Fujio sempat tak berani ikut kedua polisi karena curiga jika mereka merupakan orang suruhan Nasir.

Sang polisi pun memintanya tetap ikut, "Sudah kamu ikut saya saja. Lagi pula saya sudah lama nunggu di sini, yang butuh siapa, kok saya yang tunggu lama," kata Suwondo.

Fujio kemudian dibawa ke Polsek Pancoran untuk memberikan keterangan dan juga menjalani visum di ruamah sakit.

Namun, tak berapa lama petugas keamanan Nasir datang ke polsek untuk mengajak Fujio kembali ke rumah untuk menjalani proses damai. Pemeriksaan pun dihentikan.

Saat kembali ke rumah, bukan proses damai yang dijanjikan. Namun, Fujio kembali dipukuli Nasir. "Sampai saat ini, saya tidak mengakui apa yang telah dituduhkan karena saya memang tidak mengambil. Menyentuh tasnya saja tidak saya lakukan," kata Fujio.

Atas peristiwa ini, sang sopir pun melaporkan sang wakil rakyat ke Mapolda Metro Jaya. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Boy Rafli Amar mengatakan, pihaknya telah menerima laporan. "Proses pemeriksaan baru berjalan dan segera dilakukan pemanggilan saksi," katanya.

Peristiwa yang menimpa Fujio menjadi noda hitam bagi anggota perwakilan rakyat. Jika sebelumnya kasus korupsi, masalah kehadiran, dan skandal seksual mencoreng citra dewan. Kini aksi main hakim sendiri dilakukan oleh sang pembuat aturan.

Celakanya, korban merupakan rakyat yang seharusnya disalurkan aspirasi bukannya dilayangkan bogem mentah. Menyadur lirik lagu wakil rakyat, "Wakil rakyat seharusnya merakyat..,"...(jangan justru memukuli muka rakyat)...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement