REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Anggito Abimanyu, mengusulkan agar ada mekanisme verifikasi terhadap anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), seperti halnya verifikasi terhadap anggaran pemerintah.
"Kalau di DPR kan tidak ada yang memverifikasi, tapi kalau kementerian kan banyak yang memverifikasi. Saya kira ada baiknya DPR juga ada yang memverifikasi," kata Anggito di Gedung Kantor Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian di Jakarta, Senin.
Anggito menyatakan hal itu terkait dengan Panitia Khusus Otoritas Jasa Keuangan (Pansus OJK) DPR yang meminta tambahan anggaran untuk studi banding ke luar negeri. "(Dana anggaran studi banding) di pemerintah juga ada, DPR juga ada. Cuma kalau DPR kan tidak ada yang memverifikasi, sementara di kementerian kan banyak yang memverifikasi," katanya.
Anggito menyatakan, tidak tahu persis apakah ada yang melakukan verifikasi terhadap anggaran DPR. Namun, untuk anggaran pemerintah, harus mendapatkan verifikasi dan persetujuan DPR. "Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mestinya ada mekanisme lah atau standard operating procedure (SOP)," katanya.
Ketika ditanya sebaiknya siapa yang melakukan verifikasi terhadap anggaran DPR, Anggito mengatakan seharusnya ada mitra yang khusus menangani masalah itu. "Kalau BPK/BPKP itu kan post audit, setelah kejadian. Tapi ini siapa yang menyetujui anggaran DPR kan harus dipikirkan betul supaya ada proses coverage-nya," katanya.
Sebelumnya, Pansus RUU OJK DPR meminta tambahan dana ke Setjen DPR RI untuk biaya studi banding ke luar negeri. "Anggaran untuk studi banding biasanya separuh dari anggaran pembahasan sebuah RUU, yaitu Rp 1,2 miliar. Jadi, kami minta tambahan biaya sekitar Rp600 juta lagi, agar semua anggota bisa berangkat," kata Ketua Pansus OJK DPR Nusron Wahid.
Dijelaskan Nusron, untuk studi banding ke luar negeri pada pertengahan Oktober nanti setiap anggota Pansus OJK yang berjumlah 30 orang akan mendapat dana Rp 50 juta. Menurut dia, 30 orang itu akan dikelompokkan menjadi dua, yaitu rombongan yang akan studi banding OJK ke Asia, yaitu Jepang dan Korsel, serta studi banding OJK ke Eropa, yaitu Inggris dan Jerman.