REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kuasa hukum terdakwa Mukhamad Misbakhun, Parluhutan Simanjuntak menilai jaksa penuntut umum tidak profesional terkait kasus pemalsuan dokumen akta gadai dan surat kuasa pencairan deposito jaminan untuk pengajuan L/C ke Bank Century yang dituduhkan kepada kliennya.
Parluhutan, di Jakarta, Senin (20/9), mengatakan, pihaknya telah mengirim surat kepada Jaksa Agung Hendraman Supandji terkait dengan terjadinya beberapa kali penundaan sidang terhadap kliennya itu. Menurut dia, surat yang dikirimkan kepada Hendarman tanggal 15 September 2010 lalu adalah bentuk protes karena Jaksa Penuntut Umum tidak profesional dalam menjalankan tugasnya.
"Bahwa kami, kuasa hukum para terdakwa berkeberatan dengan tindakan-tindakan tidak profesional yang dilakukan oleh JPU dalam proses persidangan perkara 'a quo', di antaranya terkait dengan berlarut-larutnya proses persidangan yang sangat merugikan kepentingan para terdakwa yang disebabkan ketidakprofesionalan JPU dalam melaksanakan agenda-agenda sidang yang sudah ditentukan sebelumnya," tutur Parluhutan.
Ia mencatat, sampai dengan Rabu (15/9), setidaknya sudah lima kali terjadi penundaan jadwal sidang terhadap Misbakhun dikarenakan hal-hal yang tidak urgen. Parluhutan menyebutkan, sidang pada Senin (26/7), dengan agenda pemeriksaan saksi, ditunda dengan alasan saksi tidak hadir.
Sidang pada Rabu (28/7), dengan agenda pemeriksaan saksi, ditunda karena saksi tidak hadir, selanjutnya sidang pada Rabu (18/7), dengan agenda pemeriksaan saksi juga ditunda karena JPU tidak bisa menghadirkan para terdakwa tepat waktu. Sidang pada Senin (30/8), dengan agenda pemeriksaan saksi dan barang bukti, ditunda karena saksi tidak hadir dan barang bukti tidak mampu dihadirkan JPU.
Terakhir, sidang pada Rabu, (15/9), dengan agenda pemeriksaan ahli yang diajukan oleh JPU ditunda karena ahli tidak hadir. "Bahwa penundaan-penundaan sidang sebagaimana kami kemukakan di atas, jelas sudah melewati batas toleransi karena terjadi berkali-kali, dan patut kiranya dinyatakan sebagai tindakan yang tidak profesional (unprofessional conduct) dari JPU karena tidak serius dalam mempersiapkan persidangan ini," kata Parluhutan.
Ia juga mengatakan, tindakan yang tidak profesional (unprofessional conduct) dari JPU yang demikian berakibat pada berlarut-larutnya penyelesaian perkara 'a quo', jelas telah bertentangan dengan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, sebagaimana amanat Pasal 4 ayat (2) UU 4/2004 tentang kekuasaan kehakiman, yang lebih lanjut sebagaimana dijabarkan dalam penjelasan umum angka 3 huruf e KUHAP.
Ketentuan itu, katanya, menyebutkan bahwa peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan. "Bahwa penerapan asas sederhana, cepat dan biaya ringan ini ditujukan supaya terdakwa tidak diperlakukan dan diperiksa secara berlarut-larut, sehingga terdakwa dapat memperoleh kepastian prosedural hukum. Dengan kata lain lebih menitikberatkan pada perlindungan bagi kepentingan terdakwa," tuturnya.
"Sehingga hal ini menjadi kontraproduktif, karena di satu pihak JPU mempermasalahkan hutang kredit yang belum terbayar, tapi dipihak lain JPU membiarkan perkara a quo berlarut-larut sedangkan para terdakwa berada di dalam Tahanan Rutan sehingga tidak dapat mengelola perusahaan sehingga dapat melunasi hutang kreditnya," ujar Parluhutan.
Parluhutan mengatakan, surat tersebut juga ditembuskan kepada Pimpinan DPR RI, Pimpinan Komisi III DPR RI, Tim Pengawas Century DPR RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Ketua Mahkamah Agung RI, Komisi Kejaksaan, dan media massa.