REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Islam mengajarkan toleransi terhadap pemeluk agama lain. Namun toleransi itu tak berarti hak-hak boleh dirampas dan diinjak.
Sebab, menurut Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Tarjih, Tajdid Pemikiran Agama, Yunahar Ilyas, arti toleransi dalam Islam adalah siap hidup berdampingan dengan aman, damai, menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing. ''Toleransi Islam pada kehidupan sosial bermasyarakat, tidak pada akidah,'' ujar dia saat dihubungi Republika di Jakarta, Ahad (19/9)
Yunahar menyebutkan, syarat minimal batas toleransi adalah tidak boleh menggangu satu sama lain baik gangguan fisik ataupun non fisik. Dalam kasus pendirian rumah ibadah jemaah Huria Kristen Batak Protestan Pondok Timur Indah (HKBP-PTI) meskipun secara fisik tidak menganggu tapi non fisik mengganggu kerukunan dan mengusik umat Muslim. Naifnya, hal ini tak banyak diketahui media akibatnya reaksi yang muncul tak diimbangi dengan melihat kronolgi aksi dari HKBP-PTI.
Toleransi di Indonesia, ungkap Yunahar, terancam dengan ketidakpatuhan sebagian oknum terhadap peraturan yang diberlakukan pemerintah. Sebagai contoh, meskipun Islam adalah agama dakwah dan Kristen agama misionaris, tetapi ada pihak yang menggunakan kemiskinan dan kebodohan umat Islam sebagai sasaran mengajak berpindah agama. Hal ini bertolak belakang dengan prinsip toleransi Islam yang menekankan tak ada paksaan dalam agama.
Masa depan toleransi, jelas Yunahar menghadapi ujian luar biasa. Di satu sisi umat Islam dibenarkan menuntut hak tetapi di saat yang sama tidak diperkenanakn berbuat anarkis dan main hakim sendiri. Oleh karena itu, perlu langkah edukasi dan menyadarkan dari para pimpinan umat agar umat tak mudah terprovokasi. Disamping itu, perlu dialog guna menyamakan persepsi tentang metode dakwah yang harus disampaikan.
Apalagi, tandas Yunahar, saat ini gerak-gerak umat Islam menjadi bulan-bulanan oleh dunia internasional. Tak kalah penting di sini, aspirasi umat Islam harus tertampung dalam wadah advokasi yang kuat dari level daerah hingga nasional. Tujuannya, untuk memperjuangkan hak-hak dan ketidakadilan yang dihadapi umat. ''Pemerintah diharapkan proaktif menjalankan aturan yang berlaku dengan jujur, tegas dan komprehensif,'' ujar dia.