REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Proses seleksi wawancara calon anggota Komisi Yudisial (KY) periode 2010-2015 dianggap mengecewakan. Panitia seleksi (Pansel) dinilai tidak menguasai kondisi permasalahan KY saat ini sehingga tidak menggali kemampuan setiap calon untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Hal tersebut dikatakan oleh koordinator Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) Asep Rahmat Fajar yang melakukan pemantauan terhadap proses wawancara yang telah dilakukan selama dua hari, Rabu hingga Kamis lalu (15-16/9).
Menurut Asep, ada dua catatan terhadap wawancara yang dilakukan oleh Pansel KY selama dua hari ini. ''Yang pertama teknis bertanya dari Pansel yang sifatnya klarifikasi itu tidak mengejar. Pansel seperti puas dengan jawaban-jawaban normatif dari setiap calon,'' kata Asep, Kamis malam (16/9).
Yang kedua, menurut Asep, Pansel seringkali bertanya hal yang sudah terang dan jelas, misalkan tentang kewenangan KY yang sudah jelas dalam undang-undang. ''Pertanyaan tidak proper dan tidak aktual dengan permasalahan KY sekarang,'' kata Asep.
Atas dua catatan tersebut, KPP mempertanyakan apakah Pansel KY sudah memiliki kriteria profil ideal tentang calon Komisioner KY. ''Profil ideal harusnya sudah ada di Pansel di KY, tapi kita curiga jangan-jangan tidak ada kesamaan, atau bahkan tidak ada (kriteria profil yang ideal),'' papar Asep.
Padahal, lanjut Asep, kriteria profil ideal harus dijadikan pijakan untukmelakukan seleksi. Sehingga Pansel bisa memastikan bahwa calon yang terpilih nantinya adalah figur-figur yang bisa diandalkan untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan KY.
Ketua Pansel KY Harkristuti Harkrisnowo mengakui penilaian KPP ada benarnya. Menurutnya, ada beberapa pertanyaan dari anggota Pansel yang tidak terarah. Misalkan ketika Pansel mewawancara mantan Sekjen Kementerian Hukum dan HAM Hasanudin.
Pansel lebih banyak mencecar tentang kisah masa lalu Hasanudin ketika masih menjadi Kepala Lembaga Pemasyarakatan atau Sekjen Kemenhukham. Pada Hasanudin hanya sedikit pertanyaan terkait KY saat ini dan ke depan. “Itu kelepasan mungkin terpancing jawaban dari peserta yang lebih banyak cerita ketika menjabat di (Ditjen) Pemasyarakatan,” kata Harkristuti.
Meski demikian, Dirjen HAM ini mengatakan bahwa sebagian besar pertanyaan sudah tepat, yaitu tentang visi misi setiap calon. Walapun jawaban-jawaban yang diajukan cenderung normatif dan belum bisa dikatakan sebagai langkah terobosan untuk melakukan pengawasan terhadap peradilan “Saya menduga jawaban akan lebih banyak normatif semuanya,” nilai Harkristuti.
Pasalnya, sebagian besar jawaban yang diajukan memiliki kesamaan bahwa para calon masih terjebak ingin melakukan pengawasan langsung terhadap seluruh hakim. Padahal hal tersebut tidak mungkin dilakukan karena 6300 hakim yang ada tidak bisa diawasi oleh KY saat ini.
Ketika ditanya tentang profil ideal menurut Pansel KY, Harkristuti menjawab dengan pendapat pribadi. Menurutnya, tujuh orang calon komisioner KY yang terpilih harus bisa memanfaatkan kewenangan KY saat ini untuk melakukan jurus jitu dalam pengawasan hakim. “Bukan dengan mengubah konstitusi, revisi undang-undang KY, memperluas KY, atau mempergendut KY,” kata Harkristuti.
Di hari kedua ada delapan orang calon yang diwawancara yaitu Hadis Sastranegara, Slamet Hariyadi, Ibrahim, Jawahir Thontowi, Ali Zaidan,Hasanuddin, Astim Riyanto, Suparman Marzuki, dan Eman Suparman. Tes akan dilanjutkan gelombang ketiga, Jumat pagi (17/9) dengan delapan orang calon yang tersisa dari total 24 calon. Lokasi tes di lantai 8 Gedung AHU, Kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan.