REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Imbauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tak memberikan parsel antarsesama pejabat dan penggunaan fasilitas dinas untuk mudik masih kurang dihiraukan. Transparency International Indonesia (TII) juga menemukan beberapa kepala daerah malah bersikap bertolak belakang.
"Sekitar 20 kepala daerah mendukung pemakaian fasilitas negara untuk mudik dan penerimaan parsel. Lima yang menolak," papar Peneliti Pusat Informasi Antikorupsi TII Dwiponto Kusumo, Ahad (5/9). Bahkan, Dwi mencontohkan pernyataan Walikota Tangerang Wahidin Halim yang memperbolehkan pemakaian mobil dinas untuk mudik.
TII mengamati, kini terjadi kemunduran kedisplinan para pejabat daerah untuk mematuhi imbauan KPK. Setelah KPK mengluarkan imbauan sejak tahun 2006, imbuh Dwi, semangat tak boleh menerima parsel makin mengendur sejak tahun 2009. "Seharusnya presiden melalui Mendagri perintahkan untuk beri teladan pada rakyat. Pejabat-pejabat kita seenaknya gunakan fasilitas negara yang notabene uangnya dari pajak. Ada abuse of power yang tidak dikontrol dari atas," ulas Dwi.
Mencermati penyalahgunaan yang berlebihan ini, TII khawatir gejala ini bukan lagi mengarah ke potensi indikasi korupsi saja, tapi sudah mengarah ke korupsi. "Ini abuse berlebihan yang tidak berpihak pada kerakyatan," jelas Dwi. TII pun mendorong agar KPK tak hanya mengimbau, namun juga menindak mereka yang melanggar.
KPK sudah mengingatkan kepada para pejabat melalui surat, agar hati-hati menerima atau memberikan parsel. KPK sendiri mengaku tidak antipati terhadap pemberian parsel pada Lebaran nanti. Hanya saja, nilainya tak boleh terlalu mahal, atau cukup sekitar Rp 250 ribu. Parsel itu pun haruslah diberikan dari pimpinan ke bawahan, bukan dari mitra kerja atau kolega, sebab dikhawatirkan memunculkan kecurigaan gratifikasi."Juga agar mereka (penerima atau pengirim parsel) nggak repot lapor ke KPK," kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, M Jasin.
Jasin mengakui, jajaran pimpinan, direktur, serta deputi di KPK, juga memberikan parsel kepada pegawai yang dianggap layak. Tujuannya, agar mereka ikut berbahagia dalam merayakan Lebaran. Pemberian parsel menjadi masalah klasik menjelang Lebaran atau hari besar keagamaan lain. Pihak yang mendukung beralasan, parsel merupakan budaya untuk mempererat tali silaturrahim saat Lebaran. Sebaliknya, pihak yang menentang berargumen, parsel kerap berubah jadi gratifikasi atau bahkan korupsi, sebab pemberi sering berharap ada timbal balik.