REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sikap Polri yang melarang Abu Bakar Ba'asyir untuk Shalat Idul Fitri dinilai merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Sebagai orang yang belum divonis bersalah, Polri seharusnya tetap menghormati hak Ba'asyir dalam menjalankan ibadahnya.
Menurut koordinator Tim Pembela Muslim (TPM), Ahmad Michdan, sikap Ba'asyir sendiri kooperatif selama berada di dalam tahanan. Menurutnya, Ba'asyir bukanlah sosok tahanan yang membahayakan sehingga perlu diamankan secara berlebihan oleh Polri.
"Hak-hak ibadahnya tidak boleh dikurangi. Dia bukan orang yang dapat dikategorikan sebagai penjahat. Kalau sampai terjadi, maka Polri harus mempertanggungjawabkan baik secara hukum agama maupun hukum negara," tutur Michdan saat dihubungi, Senin (30/8).
Pada era Kapolri sebelumnya, Michdan mengatakan, Ba'asyir diperbolehkan menjalankan ibadah Shalat Idul Fitri di masjid saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Polri dan berstatus sebagai tersangka. Oleh karena itu, menurutnya, Kapolri saat ini cenderung bersikap diskriminatif terhadap kliennya.
Michdan menegaskan, seharusnya tidak memerlukan pengajuan surat izin agar Ba'asyir dapat Shalat Id. Pasalnya, ungkap Michdan, hal tersebut merupakan hak bagi semua orang. Meski demikian, Michdan mengatakan akan mengurus perizinan kepada Bareskrim Mabes Polri jika kliennya masih tidak diperbolehkan untuk menjalankan ibadah Shalat Id.