REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Terdakwa Anggodo Widjojo menilai ada intrik antar institusi penegak hukum untuk membuat suatu kebohongan yang merusak nama baik petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Anggodo pun berusaha membuktikan jika dirinya juga menjadi korban rekayasa.
Hal itu terungkap dari pembacaan nota pembelaan (pledoi) Anggodo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/8). Tim pengacara Anggodo yang terdiri dari lebih 10 orang membacakan bergantian pledoi setebal 787 halaman. Awalnya, tim yang diketuai pengacara OC Kaligis ini mengungkapkan sejumlah kejanggalan dalam kasus ini. ''Pejabat penegak hukum bilang ada rekaman,'' papar Tomson Situmeang.
Kemudian keanehan lainnya, penyebutan tempat penyerahan uang di Bellagio dan Pasar Festival, tapi dibuat kabur. Lalu, dalam BAP Ary Muladi tanggal 11 Juli 2009, nama Yulianto tak disebut-sebut. Bahkan isi buku OC Kaligis yang memuat BAP lengkap tak pernah disangkal. Malah, ujar Tomson, dilaporkan polisi sebagai fitnah. Saksi ahli pun tak jadi dipanggil di sidang.
''Perkara Anggodo tak lebih dari pada membela KPK, khususnya Bibit Samad Rianto, Chandra M Hamzah, Ade Rahardja, dan Ary Muladi. Seandainya jika Kapolri, Jaksa Agung, dan Kabareskrim membuat suatu kebohongan yang merusak nama baik Bibit dan Chandra, mengapa tidak melaporkan Kapolri cs atas dasar laporan palsu dan telah merusak nama baik mereka,'' ujar OC Kaligis.
Sementara itu, dalam pembelaannya, Anggodo ngotot sama sekali tak pernah berkunjung ke KPK. Awalnya, imbuh Anggodo, kasus ini berpangkal pada penggeledahan penyelidik KPK pada 27 Juni 2008 terkait kasus proyek Pantai Air Telang, Tanjung Siapi-api, Sumatra Selatan. Oleh Anggoro melalui Anggodo, menugasi Ary Muladi untuk menjelaskan ke KPK jika Anggoro tak terlibat.
Anggoro merupakan kakak Anggodo. Ary pun dijanjikan uang terima kasih oleh Anggodo. ''Namun bukan kejelasan, malah pimpinan KPK minta atensi uang melalui Ary Muladi dalam jumlah besar yang akan diberikan pada Deputi Penindakan KPK, Ade Rahardja,'' papar Anggodo.