Selasa 24 Aug 2010 04:00 WIB

Pemerintah Didesak Revisi Peraturan Soal Remisi

Rep: Andri Saubani/ Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Jamil, meminta pemerintah merevisi PP No 28 /2006 yang mengatur soal pemberian remisi bagi koruptor. Menurut Nasir, aturan remisi untuk koruptor yang ada saat ini bertolak belakang dengan semangat pemberantasan korupsi yang didengung-dengungkan pemerintah.

''PP itu perlu direvisi karena banci terhadap koruptor,'' tegas Nasir, lewat sambungan telepon, Senin (23/8).

Nasir menilai, PP No 28 /2006 yang mengatur soal pemberian remisi saat ini mencerminkan dua wajah pemerintah. Satu wajah mencitrakan semangat tinggi pemberantasan terhadap korupsi, namun sisi lain bersifat permisif terhadap koruptor. Nasir yakin, sejak awal, PP No 28/2006 memang dibuat kompromistis bagi koruptor.

Dalam PP No 28/2006 memang menyebutkan, remisi tidak diberikan terhadap pelaku tindak pidana tertentu, seperti tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, atau pelaku pembalakan liar. Namun, sayangnya, dalam PP tersebut terdapat pasal yang menerangkan syarat khusus pemberian remisi bagi pelaku tindak pidana tertentu tersebut asalkan berkelakuan baik dan telah menjalani sepertiga pidana.

Koordinator Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun, menegaskan, remisi dan grasi tidak diberikan kepada koruptor. Pemberian keringanan hukuman atau bahkan pengampunan untuk koruptor, menurut Tama, akan meniadakan efek jera bagi pelaku korupsi. “Korupsi itu kan tergolong kejahatan kemanusiaan luar biasa yang dampaknya bagi segala aspek, jadi harus ada efek jera,” kata Tama.

Efek jera perlu diberikan pemerintah kepada koruptor, mengingat tren kasus korupsi yang terus meningkat. Berdasarkan data ICW, semester I-2010, tercatat sebanyak 176 kasus korupsi. Jumlah itu terdiri dari 144 kasus yang sudah ditetapkan tersangkanya dengan kerugian negara Rp 2,1 triliun. Angka ini jauh meningkat dari indeks pada tahun sebelumnya (2009) yaitu 86 kasus dengan jumlah 217 tersangka dan kerugian negara hanya Rp 1,17 triliun. Artinya, jumlah kerugian negara semester I-2010 meningkat hampir 100 persen dari tahun 2009.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement