REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemilu tahun 2014 mendatang menjadi tahun pertaruhan bagi eksistensi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sebab, jika merujuk pada Pemilu 2009, PPP belum bisa dilihat memiliki eksistensi yang kuat, melainkan hanya sekadar jadi pengikut. Hal itu diungkapkan Ketua Dewan Pengurus Pusat PPP Bidang Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi (OKK), H Emron Pangkapi, usai buka bersama di Kantor DPP PPP, Jakarta, Jumat (20/8) malam.
Menurutnya, pada tahun 2010 ini, partai berlambang Ka'bah itu memang memiliki angka kemenangan cukup tinggi dalam pemilihan bupati dan wali kota di berbagai daerah. Dari 244 pilkada di tingkat kabupaten dan kota, 144 kota di antaranya PPP menjadi pemenang sebagai pengusung. Dari jumlah itu sebanyak 27 kabupaten dan kota yang menempatkan kader PPP sebagai bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota.
Hasil itu, kata Emron menjadikan PPP sebagai partai terbesar kelima, setelah Partai Golkar, Demokrat, PDIP, dan PAN. Meskipun demikian, kemenangan tersebut tidak terlalu membanggakan bagi PPP. Pasalnya, dalam banyak pemilihan itu, PPP hanya jadi pengikut saja. "Karena itu, pada 2014 menjadi tahun pertaruhan bagi eksistensi partai ini," tegas Emron.
Oleh karenanya, menurut Emron, untuk menguatkan eksistensi dan menjaga pertaruhan itu, segala tenaga, pikiran, dan mesin politik partai mesti dikerahkan. "Kami mencoba melakukan gerakan kembali ke Ka'bah. Ya, targetnya, mantan-mantan orang PPP yang sudah ada di partai lain bisa kembali ke PPP," ungkapnya menandaskan.
Lebih lanjut, dia berharap kader-kader partai Islam seperti Partai Bintang Reformasi bisa mengutamakan kepentingan umat, kemudian turut bergabung ke dalam PPP. "Partai ini membuka diri untuk pengabdian seluas-luasnya dari partai dan ormas manapun."
Dikatakannya, hasil perolehan pilkada 2010 akan dievaluasi sebagai ancang-ancang untuk proses 2011. "Kita evaluasi, sebab kita hanya banyak mendukung dan menang, tetapi sedikit mengusung kader sendiri," imbuhnya.
Sedikitnya kader PPP yang maju sebagai calon dalam Pilkada di daerah, kata dia, disebabkan kecilnya perolehan kursi partai tersebut dalam pemilihan legislatif tahun lalu. "Dari seluruh propinsi, hanya di Propinsi Bangka Belitung yang bisa maju sendiri, karena perolehan suara di atas 15 kursi."