Sabtu 21 Aug 2010 05:35 WIB

MUI: Koruptor tidak Kafir

Rep: cr1/ Red: Arif Supriyono
Ilustrasi korupsi
Foto: wordpress.com
Ilustrasi korupsi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan seorang Muslim yang terlibat tindak pidana korupsi tidak dihakimi sebagai seorang kafir. Menurut Ketua MUI, Ma'ruf Amin, kejahatan korupsi termasuk pelanggaran hukum dan tindakan maksiat --dalam pandangan agama-- yang tidak menyebabkan seseorang dinyatakan keluar agama.

Sedangkan hukum kafir, tutur Ma'ruf, adalah ranah akidah yang tidak berkaitan dengan kemaksiatan korupsi .”Jangan kafirkan koruptor karena itu tidak tepat,” ujar dia di Jakarta, Jumat (20/8)

Oleh karena itu, jelas dia, jenazah pelaku korupsi berhak dishalati sebagaimana Muslim lainnya. Jika tidak ada yang menyalati satu pun, maka semua Muslim berdosa. Memberikan hukuman moral bagi pelaku korupsi bukan dengan urung menyalati janazah koruptor. Dia setuju memberikan hukuman keras seperti pembuktian terbalik terhadap koruptor, sesuai dengan fatwa MUI. Pembuktian terbalik itu akan memberikan bukti kebenaran sanggahan terhadap dugaan kasus korupsi yang dilakukan.

Ma'ruf mengemukakan, perlu upaya mendidik masyarakat dengan perilaku yang baik. Memberikan pemahaman bahwasanya mengambil hak orang lain adalah perbuatan melanggar hukum negara dan agama, terutama ditujukan bagi para pejabat dan birokrat.

Selain itu, sanksi berat harus diberikan bagi koruptor agar ada efek jera. ”Kalau memang perlu hukuman mati sekalipun,” tegas dia.

Sebelumnya, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah berkolaborasi menerbitkan sebuah buku yang bertajuk “Koruptor Itu Kafir”. Buku tersebut mengupas seluk-beluk tindak pidana korupsi yang tercela dari sisi agama, sosial, dan negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement