REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Gubernur nonaktif Kepulauan Riau, Ismeth Abdullah, merasa tak bersalah pada kasus tindak pidana korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di wilayah Otorita Batam pada tahun 2004-2005. Menurutnya, kebijakan yang diambilnya sebagai Ketua Otorita Batam saat itu tak relevan dengan kasus pengadaan mobil damkar di 22 daerah di Indonesia.
''Saya satu-satunya gubernur yang diberi mandat oleh Presiden untuk menjadi Ketua Otorita Batam. Sehingga kebijakan yang diambil berbeda dengan daerah lain,'' kata Ismeth saat membacakan nota pembelaannya (pledoi) di Pengadilan Tipikor, di Jakarta, Senin (9/8).
Lebih lanjut, ia menegaskan, segala kebijakan yang diambilnya dipertangungjawabkan pada Presiden karena bentuk organisasi tersebut berbeda dengan daerah lainnya. Tindak tunduknya Otorita Batam pada Depdagri, imbuh Ismeth, tak berdasarkan radiogram. Apalagi dalam pengakuan saksi-saksi di persidangan terungkap, pengadaan mobil pemadam kebakaran itu tak ada relevansinya dengan kasus-kasus Damkar lainnya.
Serta, pengadaan tersebut, menurut Ismeth, dilakukan karena banyak frekuensi kebakaran di wilayahnya. Sementara itu, dalam pledoi yang disusun tim penasehat hukum Ismeth menyebutkan, kliennya tidak memperkaya diri dan tidak pernah tahu kalau anak buahnya di Otorita yang mengambil keuntungan dari proyek damkar. ''Terkait fakta bahwa damkar ternyata memang dibutuhkan dan bermanfaat bagi Batam,'' ungkap salah satu pengacara Ismeth, Tumpal Halomoan Hutabarat.
Sedangkan pada aspek yuridis disebutkan, salah satunya tentang disposisi dari Ismeth yang ditujukan ke Deputi Administrasi dan Perencanaan Otorita, M Prijanto dan bukan untuk panitia pengadaan. Selain itu, sambung Tumpal, penasehat hukum menguraikan pasal-pasal yang digunakan untuk menjerat Ismeth.
Penasehat hukum mempersoalkan pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dijelaskannya, JPU memasukkan pasal tentang pengganti kerugian negara, namun dalam tuntutan tidak disebutkan uang yang harus diganti Ismeth. ''Artinya tuntutan itu tidak logis. Ada pasal yang digunakan, tetapi tidak diuraikan perbuatan hukumnya,'' kritik Tumpal.