REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia, Jimly Ashiddiqie, menilai Satgas Pemberantasan Mafia Hukum tak diperlukan lagi jika hakim maupun advokat mengutamakan kepentingan publik.
''Percuma Satgas menggebrak kalau tak ada tindak lanjut sampai dua tahun memperbaiki sistemnya sekarang juga. Jangan habiskan waktu dan uang,'' ujar Jimly usai menjadi pembicara di seminar Public Interest Lawyer Network (PIL-NET),"Lumpuhnya Sistem Keadilan: Tantangan Penegakan HAM dan Peran Advokat Untuk Kepentingan Publik", di Jakarta, Selasa (3/8).
Di sisi lain, Jimly lebih memilih opsi perbaikan sistem internal pada aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan serta advokat. Lantaran,lanjutnya, ketiga komponen tadi melaksanakan sistem secara aktif serta pasif dalam sistem hukum dan peradilan.
Bahkan Jimly menyayangkan pula, sebagian besar advokat yang tidak berperan aktif mengatasi fenomena ketidakmampuan sistem hukum yang kalah oleh kekuasaan, modal maupun politik. ''Advokat kebanyakan membela kepentingan pribadi, tapi yang memikirkan kepentingan umum, lintas persona, dan kelompok, rewardnya tak banyak sehingga tak banyak digeluti,'' kritiknya.
Kandidat pimpinan KPK ini melihat, selama ini sektor kepentingan publik masih dibebankan pada pemerintah. Padahal,imbuh Jimly, keberadaan pengacara publik yang menjamin hak prosedural kaum miskin atau marjinal untuk mendapatkan keadilan sangat penting. Sayangnya, keberadaannya tak terkonsolidasi dengan baik.
Sejauh ini,tercatat 30 ribu advokat untuk populasi 240 juta penduduk. Atau setidaknya satu advokat setidaknya melayani sekitar 7333 orang. Aksesnya pun hanya di kota-kota besar. ''Reformasi hukum dan pemerintahan belum dan masih bersifat pragmatis,'' ujar Jimly.