Sabtu 31 Jul 2010 03:27 WIB

Bea Cukai Sita 400 Kilogram Narkotika Berbagai Jenis

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Endro Yuwanto
Narkotika/ilustrasi
Narkotika/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sepanjang semester I/2010, Direktorat Bea Cukai Kementerian Keuangan RI berhasil menyita sekitar 400 kilogram narkotika dan psikotropika. Mayoritas didapatkan di bandara udara di seluruh Indonesia.

"Mayoritas di Bandara Internasional Soekarno Hatta," ujar Direktur Penindakan dan penyidikan Bea Cukai, Frans Rupang, di kantornya, Jl Ahmad Yani, Jakarta Timur, Kamis (30/7). Sejumlah 37 kasus pengedaran narkotika terungkap di bandara udara yang terletak di Tangerang itu. Sebab, jumlah penerbangan di bandara itu tertinggi di Indonesia dan jumlah penumpangnya terbanyak. Bandara udara lainnya yang kerap dijadikan tempat penyelundupan narkotika adalah bandara Dumai, Bali, dan Batam.

Petugas Bea dan Cukai di sana juga dilatih untuk menganalisa persona penumpang. "Kami bisa mengetahui mereka membawa narkotika melalu gerakan-gerakannya saat turun dari pesawat," ujarnya.

Selain itu, Bea Cukai Indonesia juga bekerjasama dengan Bea Cukai di luar negeri untuk menangkap pengedar narkotika. Informasi dari Direktorat IV Narkoba dan Kejahatan Terorganisir Bareskrim Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN) juga bermanfaat untuk mengungkap penyelundupan.

Sejumlah 400 kilogram narkotika berbagai jenis itu bernilai Rp 510 miliar. Pengungkapan tersebut meningkat 226 persen bila dibandingkan dengan semester I/2009. Saat itu, jumlah pengungkapan penyelundupan narkotika senilai Rp 82 miliar dari 300 kilogram narkotika berbagai jenis. Di antaranya sabu, heroin, prekursor.

Frans mengatakan, bertambahnya pengungkapan penyelundupan narkotika disebabkan banyaknya jumlah pemakai di Indonesia. Data BNN per 2009 mencatat jumlah mereka mencapai 3,6 juta orang. Terdiri dari golongan dewasa dan remaja. Faktor lainnya, petugas Bea Cukai di lapangan juga sudah dilatih. ''Penambahan infrastruktur juga membantu,'' jelasnya. Namun, Frans menegaskan, keterampilan petugas di lapangan lebih dominan.

Modus yang digunakan juga mengalami perkembangan. Di tahun sebelumnya, pengedar menelan narkotika dengan terlebih dahulu dibungkus. Setelah melewati bandara udara di Indonesia, narkotika dikeluarkan dengan cara membuang air besar.

Pada 2010, pengedar membawa narkotika dengan menyelipkan di dalam tas koper. Ruangan koper mereka tambahkan untuk diselipkan narkotika. Kemudian mereka bungkus dengan kain penutup koper bagian dalam. Frans mengatakan modus seperti ini banyak diterapkan pengedar asal Timur Tengah.

Narkotika juga kerap diselundupkan di dalam sparepart kendaraan bermotor. "Terutama sparepart untuk alat-alat berat," tutur Frans. Sparepart seperti itu banyak memiliki rongga besar sehingga dapat menampung benda tertentu, termasuk narkotika. Saat diperiksa dengan mesin X-ray, isi sparepart tidak terlihat karena ketebalan besi sparepart yang mencapai lebih dari satu inci. Modus seperti ini diterapkan pengedar asal Negeri Tionghoa yang masih buron.

Frans menduga modus saat ini berkembang dengan membawa narkotika berjumlah kecil. Barang tersebut diselipkan di dalam sol sepatu atau sendal. Bagian bawah sepatu dibelek, lalu dimasukkan 200 gram narkotika. Modus ini terungkap dengan ditangkapnya dua orang pengedar asal Iran di Bandara Udara Ngurah Rai, Bali, Juni lalu. "Jumlahnya 400 gram," ungkap Frans.

Modus terakhir diduga dilakukan banyak pengedar. Nampaknya, tambah Frans, satu pengedar tidak lagi membawa narkotika dalam jumlah besar. "Kali ini pengedarnya yang diperbanyak," terang Frans.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Thomas Sugijata, menilai pengungkapan penyelundupan narkotika adalah bersifat extraordinary. “Berbagai pihak dikerahkan,” ujarnya. Di setiap bandara dan pelabuhan Ditjen Bea dan Cukai mengerahkan petugas khusus bernama passenger analyzing unit. Perusahaan-perusahaan penerbangan ikut terlibat dalam unit tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement