REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yusril Ihza Mahendra, tetap bertahan untuk mendapatkan keputusan sela dari Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini ditunjukkannya dalam perbaikan permohonan yang diajukannya pada Senin (26/7).
"Yang dipertajam dalam perbaikan ini adalah tentang tentang permintaan provisi (keputusan sela)," ujar Yusril di Gedung MK. Menurutnya, pokok perkara yang diajukan sudah jelas, yaitu terkait masa jabatan Jaksa Agung dalam Undang Undang (UU) Kejaksaan.
Menurut Yusril, MK pernah mengeluarkan satu putusan sela ketika menangani kasus Bibit-Chandra. "Sekarang saya mengajukan permohonan untuk lebih memperluas provisi setelah kita sadari ada sisi lemah dari UU MK karena permohonan provisi selama ini hanya ditujukan kepada sengketa kewenangan," jelasnya.
Beberapa waktu sebelumnya, Ketua MK, Mahfud MD, sempat ragu putusan sela itu bisa diberikan. Sebab MK tidak bisa mengambil keputusan dari kasus konkret (nyata). Akan tetapi Yusril beralasan kedudukan hukum orang yang berperkara di MK berawal dari kasus konkret yang kemudian didalilkan pertentangan pasal-pasal dalam UU itu dengan UUD. ''Kalau memang ada legal standing orang bisa berperkara," ujarnya.
Lalu melihat pernyataan Mahfud tersebut, Yusril, menganggap bahwa kasus nyata yang menjadi awal itu tidak mungkin diabstrakkan dalam pengujian UU. "Saya berperkara itu tidak main-main, ini menyangkut keabsahan Jaksa Agung," katanya.
Pasalnya, kata Yusril, jabatan itu memiliki kewenangan untuk menahan, mencegah orang pergi ke luar negeri, melakukan penyitaan, dan penggeledahan. Kewenangan inilah yang dalam putusan sela Yusril ingin dihentikan atau ditunda sementara, sampai perkara UU Kejaksaan ini sudah diputus oleh MK.