REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia yang kini keberadaannya tersebar hingga seluruh pelosok negeri bahkan sampai ke negara manca mencoba merangkum seluruh kekayaan khasanah budaya nusantara dalam gelara Malam Taaruf Muhammadiyah.
Malam taaruf yang digelar di Stadion Mandala Krida Yogyakarta, Sabtu malam, sengaja disajikan sebagai rangkaian acara pembukaan Muktamar Satu Abad Muhammadiyah yang akan berlangsung di Yogyakarta hingga Kamis (8/7).
Pesta di malam tersebut menjadi semakin istimewa karena dimaknai sebagai penanda bahwa organisasi yang dibesarkan Kyai Haji Ahmad Dahlan tersebut sedang menatap abad kedua.
Seniman-seniman terbaik yang dimiliki Indonesia, mulai dari maestro tari Didik Nini Thowok, musisi Dwiki Dharmawan, Emha Ainun Nadjib, Novia Kolopaking, penyanyi Hedi Yunus, Ita Purnama Sari hingga penyair Taufiq Ismail seolah berebut menampilkan kemampuan terbaik mereka pada malam itu.
Diiringi tata lampu yang spektakuler, seluruh sajian yang dikemas secara apik tersebut mampu menyihir penonton sekaligus untuk melepaskan penat muktamirin dan penggembira yang sudah lelah mengikuti berbagai kegiatan di Muktamar Satu Abad Muhammadiyah itu.
Selain penampilan yang teristimewa dari seluruh pengisi acara, di malam itu pun Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga berdandan khusus dengan mengenakan baju hitam berlukiskan logo Muktamar Satu Abad Muhammadiyah lengkap dengan blankon dan menutup kata sambutan dengan bahasa Jawa yang terpatah-patah.
Malam taaruf tersebut dibuka dengan penampilan tarian kolosal yang dibawakan sekitar seribu murid taman kanak-kanak.
Penyair Taufiq Ismail kemudian memukau ribuan hadirin dengan puisi yang dibacakannya. Puisi yang bertemakan kenangan, doa dan rasa syukur yang penyair yang telah dibesarkan di lingkungan Muhammadiyah dimulai dari sebuah sekolah rakyat Muhammadiyah di Surakarta, Jawa Tengah 68 tahun lalu.
Ribuan pelajar Muhammadiyah yang tergabung dalam Sanggar Ahmad Dahlan semakin menghangatkan suasana dengan penampilan enam tarian medley nusantara yaitu Tari Perisai dari Kalimantan, Tari Jeppeng dari Sulawesi, Tari Jai dari Nusa Tenggara Timur, Tari Rodhatsari dari Jawa, Tari Zappin dari Sumatera dan Tari Sajojo dari Papua.
Panggung megah berhiaskan model atap Masjid Kauman Yogyakarta yang berada di sisi timur stadion kemudian menjadi milik Kyai Kanjeng arahan Emha Ainun Najib dan Novia Kolopaking yang membawakan medley lagu-lagu nusantara hingga manca dalam balutan musik khas Kyai Kanjeng.
Tari kreasi baru hasil karya Didik Nini Thowok menjadi puncak malam taaruf. Tarian tersebut menjadi spektakuler karena ratusan penari yang terlibat di dalamnya mengenakan pakaian khusus yang dilengkapi lampu "light emitting diode" (LED) warna-warni.
Tarian tersebut memiliki artian bahwa Muhammadiyah adalah organisasi yang didirikan untuk memerangi kemungkaran dan kemunafikan serta membuka jalan ke peradaban utama.
Tarian tersebut diakhiri dengan permainan lampu warna hijau yang menyoroti kostum Didik Nini Thowok sehingga memunculkan bentuk logo Muhammadiyah, berupa matahari yang bersinar.
Seluruh rangkaian acara gelaran malam taaruf tersebut kemudian diakhiri dengan pesta kembang api. "Muhammadiyah harus mampu meningkatkan kebersamaan dan juga bekerja dengan lebih ikhlas dan cerdas," kata Din Syamsudin dalam malam taaruf itu.