Sabtu 03 Jul 2010 02:23 WIB

NU: Perbaiki UU Keormasan

Demo oleh sebuah organisasi massa
Foto:
Demo oleh sebuah organisasi massa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) As'ad Ali mengatakan, perlu perbaikan terhadap UU No.8/1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, untuk mencegah munculnya ormas yang bertindak sewenang-wenang.

"Saya kira perbaiki saja UU Keormasan-nya sebagai langkah awalnya. Di UU itu, kan, tidak ada verifikasinya. Orang bikin ormas disetujui saja. Akhirnya, kan, sesuai dengan anggapan kebebasan demokrasinya seperti itu sehingga sekarang kita seperti memakan getahnya sendiri," ujarnya di Jakarta, Jumat.

Ditemui usai pembukaan Kongres XIV Fatayat NU yang dibuka Wakil Presiden Boediono, As'ad mengatakan, perlu ada verifikasi dan kriteria yang jelas tentang ormas, partai politik atau organisasi lainnya.

"Jangan sampai ada ormas, tetapi seperti partai politik. Atau ada partai politik tetapi ormas. Jadi, perlu ada kejelasan," katanya, menanggapi kontroversi keberadaan Front Pembela Islam (FPI).

Terkait aksi pembubaran pertemuan yang digelar Rieke dan Ribka Tjiptaning Proletariyati di Banyuwangi pada Kamis (24/6) oleh FPI, As'ad mengatakan, harus didalami lebih dulu akar masalahanya.

"Biasanya, reaksi itu karena adanya aksi. Jadi, semua persoalannya harus dilihat lebih jauh lagi dan cermat. Tak hanya itu, jika itu dilakukan oleh ormas perlu dilihat lagi apakah itu oleh oknum atau institusinya, apakah dilakukan sistematis atau tidak," tuturnya.

Karena, lanjut As'ad, banyak juga orang FPI yang cinta damai dan antikekerasan. "Setahu saya, di FPI itu masih banyak yang baik-baik dan antikekerasan. Misalnya, anggota FPI yang putranya orang NU yang namanya Kiai Usman Abdi ... kalau tidak salah ya. Itu, kan, juga baik. Punya madrasah dan tidak melakukan kekerasan itu," ungkapnya.

Apabila suatu ormas melakukan kegiatan yang: (i) mengganggu keamanan dan ketertiban umum; (ii) menerima bantuan pihak asing tanpa persetujuan Pemerintah Pusat; dan/atau (iii) memberi bantuan kepada pihak asing yang merugikan kepentingan bangsa dan negara, maka pemerintah dapat membekukan ormas tersebut.

Pembekuan itu pun tidak bisa langsung dilakukan begitu saja, karena ada mekanisme pemberian teguran dan pemanggilan kepada pengurus ormas terlebih dahulu.

Apabila berdasarkan teguran dan pemanggilan tersebut ormas yang bersangkutan masih tetap melakukan kegiatan tersebut di atas, untuk ormas yang ruang lingkupnya nasional, pemerintah baru bisa membekukan pengurus ormas yang bersangkutan setelah meminta pertimbangan dan saran dari segi hukum dari Mahkamah Agung.

Tindakan pembekuan dapat juga dilakukan oleh Gubernur atau bupati/wali kota terhadap pengurus daerah dari ormas yang ada di wilayahnya apabila melakukan kegiatan yang dilarang seperti tersebut di atas, setelah meminta pertimbangan dan petunjuk dari Menteri Dalam Negeri.

Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk mencabut kembali pembekuan pengurus, pengurus daerah atau pengurus pusat apabila ormas yang dibekukan tersebut dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan memenuhi ketentuan sebagai berikut: (a) secara nyata tidak lagi melakukan kegiatan yang mengakibatkan pembekuannya; (b) mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan melakukan pelanggaran lagi; dan (c) mengganti pengurus yang melakukan kesalahan tersebut.

Apabila pengurus yang dibekukan tersebut masih tetap melakukan kegiatan yang mengakibatkan pembekuan, ormas yang bersangkutan dapat dibubarkan oleh pemerintah. Pembubaran ormas yang ruang lingkupnya nasional dapat dilakukan pemerintah setelah meminta pertimbangan dan saran dari segi hukum dari Mahkamah Agung.

 

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement