Ahad 27 Jun 2010 06:21 WIB

Pakar UGM: Hak Pilih TNI Boleh Saja, Asal Diatur

Rep: c22/ Red: Ririn Sjafriani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTAPenggunaan hak pilih untuk TNI bisa saja dilakukan, asal diatur dengan jelas. Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), M Fajrul Falaakh setiap warga negara berhak untuk menggunakan hak pilihnya. “Lalu kenapa TNI tidak?,” tanyanya saat dihubungi pada Sabtu, (26/6).

Ia mengatakan, peran ganda yang diemban TNI bisa dipisahkan saat Pemilu dilakukan. “Saat pemilihan, ada baiknya mereka menggunakan hak pilihnya di luar barak atau lingkungan kemiliteran,” ujarnya. Artinya, jangan sampai ada unsur dari pemerintahan yang ikut mempengaruhi proses pemilihan.

Sebab, yang dikhawatirkan ada intervensi dari instansi tersebut untuk mengarahkan pilihan pada partai politik tertentu. “Mereka pun memilih bukan dalam kapasitasnya sebagai anggota TNI, melainkan warga sipil yang punya hak pilih,” ujarnya.

Menurut Fajrul pembahasan mengenai hak pilih untuk TNI ini lebih karena pertimbangan politik dibandingkan hukum tata negara. Dalam undang-undang, TNI merupakan alat negara. “Sebagai sebuah institusi mereka tidak boleh mengambil keputusan politik,” katanya.

Wacana ini dinilainya memunculkan beberapa pandangan. Ada yang melihat bahwa TNI belum saat diberikan hak untuk memilih, sedangkan yang lain berkata sebaliknya. Hal yang perlu diperhatikan, lanjut Fajrul adalah kesiapan institusi tersebut. “Jangan sampai hak pilih ini mengganggu solidaritas TNI sebagai satu kesatuan,” katanya.

Selain itu, hak pilih untuk TNI dikhawatirkan bisa memunculkan kembali pola politik masa lalu. Apalagi para petinggi TNI yang sekarang, banyak dibesarkan di lingkungan Orde Baru. “Ditakutkan, institusi TNI dapat dimanfaatkan untuk memenangkan partai politik tertentu,” ujarnya. Dengan kata lain, TNI dijadikan alat untuk kepentingan kekuasaan.

Sementara itu, wacana penggunaan hak pilih TNI ini sudah muncul sejak 2009 lalu. Berawal dari keinginan mantan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto agar anggota TNI menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2009.

Pada waktu Pemilu 2004 TNI/Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tidak menggunakan hak pilihnya. Hal tersebut dituangkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) Nomor VII/MPR/ 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri. UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu pun ikut menegaskan hal tersebut.

Disebutkan dalam Pasal 5 Tap MPR No VII/MPR/2004 pun disebutkan, "Anggota Tentara Nasional Indonesia tidak menggunakan hak memilih dan dipilih. Keikutsertaan Tentara Nasional Indonesia dalam menentukan arah kebijakan nasional disalurkan melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) paling lama sampai dengan tahun 2004".

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement